Kisah Taubat Seorang Kakek Di Dalam Taksi
Dulu saya adalah seorang supir taksi yang bekerja pada periode 2004 hingga 2008. Saya mengambil pekerjaan sebagai supir taksi untuk sementara waktu, sampai saya bisa menemukan pekerjaan yang cocok.
Suatu hari, saya mengemudi di sekitar jalan-jalan Alexandria, sambil mendengarkan murattal yang dibacakan Syaikh Mishari Rasyid. Saat itu, Syaikh Misyari Rasyid membacakan surat Al-Hadid.
Tak berapa lama, seorang pria berusia 60 tahunan menghentikan taksi saya dan meminta untuk mengantarkannya ke Karmuz (salah satu lokasi tua di Alexandria, Mesir). Dia masuk ke dalam taksi dan saya mulai mengemudi untuk mengantarnya ke tempat tujuan.
Saya mengemudikan taksi dengan fokus. Meskipun begitu, saya bisa melihat penumpang yang duduk di belakang ini terlihat gemetar. Ia juga terlihat menggosok-gosokkan tangannya dan matanya melihat-lihat terus ke pemutar kaset. Dia terus menerus melakukan hal itu sampai Syaikh Mishari Rashid membacakan ayat ke 16 dari surat Al-Hadid.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik,” (QS Al-Hadid : 16)
Barulah kisah ini benar-benar dimulai
Pria tua itu tiba-tiba menangis histeris. Dia menangis keras dan tidak bisa menghentikan tangisnya sehingga saya terpaksa harus menghentikan taksi dan menenangkannya. Saya berbicara padanya tapi dia tidak menanggapinya, dia hanya terus menangis dan menangis.
Saya pikir, bacaan surat inilah yang menyebabkan pria tua ini menangis. Akhirnya, saya pun mematikan kaset, yag ternyata dilarang oleh pria tersebut. Ia bahkan meminta untuk mengulang ayat terakhir dari surat tersebut yang berbunyi :
“(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli Kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikitpun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar,” (QS Al-Hadid : 29)
Ketika saya lakukan, dia mulai menangis lagi.
Baru setelah Syaikh Mishari Rashid menyelesaikan bacaan murattalnya, pria tua ini mulai tenang. Ia kemudian bercerita tentang kehidupannya.
“Maaf anakku. Nama saya Mus`ad. saya memiliki penyakit jantung dan anak-anak saya biasa membawa saya ke dokter tetangga kami ketika sayamengalami serangan jantung di malam hari.
Suatu malam, saya terkena serangan jantung dan anak-anak saya seperti biasa membawa saya ke dokter tetangga kami. Sayangnya, dokter tetangga kami pura-pura tidak menengar dan tidak mau membukakan pintu lagi bagi kami.
Akhirnya, anak-anak membawa saya ke rumah sakit. Dan seperti yang kau tahu, tidak ada perawatan nyata yang ditawarkan di rumah sakit umum. Hanya saja, saya mengatakan kepada anak-anak bahwa saya telah mendapat perawatan yang baik, dengan tujuan agar mereka bisa pulang.
Saya merasa kasihan dengan anak-anak saya yang terlihat kelelahan karena mereka telah bekerja di pagi hari dan saya tidak ingin mereka kehilangan pekerjaan.
Setelah kami sampai di rumah, rasa sakit yang saya rasakan bertambah parah. Saya merasa begitu sakit. Jadi, saya meninggalkan rumah saya dan duduk di sisi Mahammadyah (kanal air tua di Alexandria).
Untuk beberapa jam, saya terus berdoa kepada Allah dan sungguh-sungguh meminta kepada-Nya untuk menyembuhkan saya dari penyakit jantung ini. Saya menangis dan berdoa :
“Ya Allah, Kau membuat saya menderita karena saya tidak pernah shalat. Saya mohon, sembuhkanlah penyakit ini dan saya berjanji tidak akan meninggalkan shalat walaupun satu rakaat”
Namun, rasa sakit saya malah bertambah. Saya menangis dan berteriak :
“Hentikan. Apakah Kau tidak merasa kasihan kepadaku?”
Beberapa saat kemudian, aku merasa sedikit tenang dan pergi tidur. Ketika saya terangun, saya merasa jauh lebih baik. Dan sejak hari itu, saya tidak pernah mengalami rasa sakit atau jantung krisis lagi.
Janji yang tak pernah dilaksanakan
“Tapi anakku, saya lupa dengan janji saya. Saya tidak melaksanakan shalat walaupun satu rakaat.
Sampai saya bertemu dengan anda yang memutarkan bacaan ini. Saya merasa bahwa Allah Yang Maha Kuasa telah berbicara kepada saya. Dia menegur saya karena lalai tidak melaksanakan shalat.
Apakah anda berpikir bahwa saya menangis karena takut bahwa Allah akan menimpa saya dengan penyakit jantung?
Tidak, Demi Allah, tidak! Saya hanya merasa malu dan malu pada diri sendiri. Allah memenuhi keinginan saya, tetapi saya tidak pernah melaksanakan janji yang pernah saya ucapkan,” *
Oleh : Aziz Rachman/gemaislam
* Kisah ini bisa anda baca di situ onislam.net, diterjemahkan dengan bebas tanpa mengurangi makna.
0 komentar:
Post a Comment