DALAM Barat, malam tanggal 31 Oktober akan selalu dirayakan pesta Halloween atau Hallowe’en. Pada hari ini anak-anak maupun remaja berpakaian aneh-aneh dan menyeramkan. Mereka berkeliling dari rumah ke rumah lainnya sambil meminta permen atau coklat, dan berkata “beri kami permen atau kami jahili.”
Di zaman sekarang, anak-anak biasanya tidak lagi menjahili rumah orang yang tidak memberi apa-apa. Sebagian anak-anak masih menjahili rumah orang yang pelit dengan cara menghiasi pohon di depan rumah mereka dengan tisu toilet atau menulisi jendela dengan sabun.
Halloween identik dengan setan, penyihir, hantu goblin dan makhluk-makhluk menyeramkan dari kebudayaan Barat. Halloween disambut dengan menghias rumah dan pusat perbelanjaan dengan simbol-simbol Halloween.
Tradisi semacam ini awalnya dikenal oleh para remaja lewat film-film Hollywood, kemudian dianggap keren dan ditiru mentah-mentah untuk dirayakan di tempat-tempat hiburan kelas menengah atas di kota-kota besar. Padahal sebenernya kita bisa kritis menyikapi budaya aneh semacam ini, tentunya setelah kita paham bagaimana sejarahnya dan bagaimana motif-motif masyarakat Barat dalam merayakannya. Masalahnya, kalau nggak dicari tahu mana mungkin kita tahu?
Halloween itu berasal dari tradisi masyarakat Celtic—yang dulu mendiami wilayah Irlandia, Skotlandia, dan daerah sekitarnya.
Mereka dulu percaya kalau pada hari terakhir di bulan Oktober para arwah gentayangan di muka bumi. Tapi tradisi ini sebenarnya sudah lama punah.
Lalu, sekitar abad pertama Masehi, masyarakat Celtic dijajah oleh Romawi, dari situ lalu mereka menambahkan tradisinya dengan dua festival bernama Feralia, diperuntukkan untuk menghormati orang-orang yang sudah mati, dan Pomona, yaitu festival untuk merayakan musim panen, yang istilah itu diambil dari nama seorang dewi.
Sekitar abad ke-8, gereja Katolik mulai merayakan tanggal 1 November sebagai hari untuk menghormati para santo dan santa yang tidak memiliki hari perayaan khusus. Disitu akhirnya dimulai tradisi bahwa misa yang diadakan pada hari itu disebut Allhallowmas, yang berarti misa kaum suci (red: dalam bahasa Inggris disebut hallow). Malam sebelumnya, tanggal 31 Oktober, lalu disebut All Hallows Eve. Inilah cikal-bakal Halloween.
Lalu beranjak memasuki abad ke-18, banyak warga asal Eropa yang berimigrasi ke Amerika.Tradisi ini tetap mereka pertahankan dan bentuk perayaannya terus berkembang sampai sekarang.
Buat anak-anak, Halloween artinya mereka jadi punya kesempatan untuk pakai kostum dan dapetin banyak permen. Kalo buat orang dewasa, Halloween sama aja punya kesempatan ikutan pesta kostum.
Simbol-simbol yang dipakai saat Halloween biasanya dekat dengan hal-hal yang berbau kematian, ‘keajaiban’, dan monster-monster dari dunia mitos. Karakter yang sering dikaitkan dengan Halloween, misalnya karakter setan dan iblis dalam tradisi Barat, manusia labu, makhluk angkasa luar, tukang sihir, kelelawar, burung hantu, burung gagak, burung bangkai, rumah hantu, kucing hitam, laba-laba, goblin, zombie, mumi, tengkorak, dan manusia serigala (werewolf).
Di Amerika Serikat, simbol Halloween biasanya dekat dengan tokoh dalam film klasik, mulai dari Drakula dan monster Frankenstein. Hitam dan oranye dianggap sebagai warna khas Halloween, walaupun sekarang banyak juga barang-barang Halloween yang kadang berwarna ungu, hijau, dan merah.
Bagi toko, acara ini kesempatan bagus buat jualan atau promosi. Helloween bisa jadi tema dekorasi yang menarik buat toko mereka. Intinya, perayaan Halloween di Amerika memang nggak ada batasnya.
Di belahan selatan benua Amerika, tepatnya di Meksiko, masyarakatnya punya kebiasaan dan pemahaman yang agak berbeda soal tanggal 31 Oktober itu. Mereka merayakan Hari Para Arwah (El Dia de Los Muertos), yang tujuannya buat menghormati para kaum suci. Berawal dari tradisi gereja Katolik, perayaan itu sampai sekarang dianggap sebagai salah satu hari besar keagamaan dan dirayakan dengan meriah.
Halloween berasal sebuah perayaan untuk menandai awal musim dingin dan hari pertama Tahun Baru bagi orang kafir kuno dari Kepulauan Inggris. Pada kesempatan ini, mereka meyakini bahwa roh-roh dari dunia lain (seperti jiwa-jiwa orang mati) dapat mengunjungi bumi selama waktu ini dan berkeliaran.
Pada saat ini, mereka mengadakan perayaan untuk dewa matahari dan penguasa yang mati. Matahari mengucapkan terima kasih atas hasil panen, dan memberikan dukungan moral untuk menghadapi “pertempuran” dengan musim dingin. Pada zaman kuno, orang-orang kafir membuat pengorbanan hewan dan tanaman untuk menyenangkan para dewa.
Mereka juga percaya bahwa pada 31 Oktober penguasa (Tuhan) yang mati mengumpulkan semua jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal pada tahun itu. Jiwa-jiwa setelah kematian, akan tinggal di dalam tubuh binatang, maka pada hari itu, menurut mereka, tuhan akan mengumumkan bentuk yang seharusnya diterima oleh mereka selama tahun berikutnya.
Hampir semua tradisi Halloween punya background sejarah budaya pagan kuno, atau paling nggak budaya Kristen. Dari sudut pandang Islam, kepercayaan ini sama dengan bentuk penyembahan berhala. Tak beda jauh dengan apa yang dilakukan orang-orang jahiliyah di jaman pra-Islam.
Jadi, hanya orang bego yang tak paham agama saja yang mau ikut-ikutan tradisi para penyembah berhala atau tradisi pagan. Akan sangat konyol pula jika di antara kita, anak-anak, dan keluarga Muslim ikut-ikutan merayakan sesuatu tanpa tahu latar-belakang dan tujuannya, cuma gara-gara orang-orang Barat atau teman-teman kita sudah biasa melakukannya dengan alasan, “Ah,..ini kan untuk Just for fun aja.”
Memang tak ada yang lain hingga tradisi pagan jadi rujukan hiburan? Semoga pelajar Muslim tak ikut-ikut menirunya.*/Aik, penulis pengelola laman http://konterkultur.com
0 komentar:
Post a Comment