Belajar dari Kekalahan Hizb An-Nadhah Tunisia
CNN memberitakan, pemilu anggota parlemen Tunisia telah berakhir. Kendati KPU Tunisia belum memutuskan secara resmi, namun nampaknya Partai Nida Tunisia (Sekuler) mampu mengungguli Partai An-Nahdhah (Ikhwanul Muslimin) yang kini berkuasa dengan 85 kursi vs 69 kursi di parlemen yang berjumlah 217 kursi. Disusul peringkat ketiga Partai Front Rakyat 12 kursi, Partai Persatuan Nasional 17 kursi, Partai Afaq Tunisia 9 kursi, dan sisanya dimenangkan partai gurem.
Kegagalan Partai An-Nahdhah ditenggarai bagian dari strategi An-Nahdhah. Terutama setelah 4 tahun berkuasa pasca reformasi melengserkan Ben Ali, penguasa diktator 21 tahun Tunisia. An-Nahdhah menjadi sorotan dan target penghancuran seperti IM di Mesir dan FIS di Aljazair. An-Nahdhah menjadi sasaran kaum sekuler-liberal, Islamphobia, kelompok Sosialis yang didukung badan intelejen negara-negara Sekuler-LIberal-Salibis-Zionis. Dimana An-Nahdhah diisukan akan melakukan Islamisasi. Namun di sisi lain, An-Nahdhah juga diserang kelompok Salafy dan HT Tunisia yang konsisten menuduh An-Nahdhah tidak ada niat menerapkan syariat Islam.
Di titik ini, Ghannouchi pemimpin An-Nahdhah nampaknya sangat matang berpolitik. Ia memilih kalah untuk menang, dengan tidak memaksakan diri untuk langsung menjadi pemenang di Pemilu 2014 dan memilih menjadi nomor 2. Kecerdasan Ghannouchi nampak sebagai berikut:
1. Dengan kemenangan tipis partai Nida Tunisia yang sekuler, An-Nahdhah tetap menjadi primadona karena segala keputusan Nida Tunisia tidak akan tercapai tanpa meminta pendapat An-Nahdhah.
2. Kemenangan partai sekuler membuat An-Nahdhah tidak lagi menjadi sorotan kalangan Salibis-ZIonis dan HT-Salafy. Mengingat kondisi politik Timur Tengah yang saat ini sangat membenci Ikhwanul Muslimin dan organisasi sefikroh.
3. Kekalahan An-Nahdhah memupus rencana dan konspirasi kudeta ala As-Sisi di Mesir. Sebab aktor-aktor kudeta justru kembali berkuasa dan memegang kendali jabatan publik. Tentu menghindari perang sipil dan konflik berdarah seperti di Mesir dan Aljazair.
4. Menepis tuduhan bahwa An-Nahdhah haus kekuasaan, seperti tuduhan terhadap Ikhwanul Muslimin dan Presiden Mursi yang kerap menjadi korban bully dan propaganda fitnah media.
5. Dengan tidak menjadi sorotan, An-Nahdhah memiliki peluang untuk memperkuat basis internal, meraih dukungan publik lebih luas, dan mempersiapkan diri saat partai Nida gagal mengelola pemerintahan.
Nampaknya kekalahan An-Nahdhah dan sikap dewasanya, sangat baik untuk dijadikan pelajaran bagi PKS di Indonesia. Konsisten berada di luar kekuasaan era Jokowi-JK, memperkuat kaderisasi internal, memperluas ekspansi keluar, mempersiapkan SDM handal, dan menguasai media. [Nandang Burhanudin]
0 komentar:
Post a Comment