Pagi itu, dia terbangun pada pukul 6 pagi untuk mengecek kondisi kendaraannya dari balik jendela yang tak utuh karena hancur oleh serangan udara Pagi itu, dia biasanya berkeliling di kawasan Fardous Aleppo timur untuk memulai pekerjaannya.
“Segala sesuatunya disini berdebu. Pemboman tidak pernah berhenti,” tuturnya. “Namun sekarang tidak ada bahan bakar, mobilnya kini mangkrak. Pria yang berusia 45 tahun kini sudah tidak lagi bekerja.
Pasukan pemerintah yang didukung oleh pesawat tempur Rusia dan sekutu Syiah mulai melancarkan serangan terbaru untuk mengambil alih seluruh kota terbesar kedua di Suriah.
Kini korban jiwa karena perang saudara yang telah berlangsung selama 5 tahun mencapai 400 ribu jiwa dan telah memaksa mengungsi 5 juta penduduk Suriah keluar dari negaranya untuk menyelamatkan diri.
Pemboman terbaru telah menewaskan lebih dari 400 warga sipil dan membuat pasukan rejim Assad berhasil mengambil alih distrik Hanano, sehingga menjadikan kawasan timur yang dikuasai pemberontak terbagi dua.
“Para pemberontak gagal menerobos kepungan dan mereka kini kehilangan wilayahnya, sementara masyarakat internasional tidak dapat mengirimkan bantuan kemanusiaan,” kata Abduljabbar.” Keluarga dan saya dapat bertahan dari hari ke hari dibawah gempuran bom barrel dan pesawat tempur. Tidak ada tempat untuk pergi.”
“Situasi di kawasan yang dikendalikan para pemberontak di Timur Aleppo semakin memburuk dan mengerikan, hampir sulit bagi penduduk untuk bertahan,” kata Kepala Misi Kemanusiaan PBB Stephen O’Brien kepada Dewan Keamanan PBB dalam briefing bulanannya pekan ini.
Pasokan makanan yang dikirimkan sebelumnya di kota itu oleh World Food Programme PBB pada Juli telah habis pada 13 November dan para pekerja kemanusiaan mengatakan bahwa kota bagian timur ini tinggal beberapa hari menghadapi kelaparan.
Makanan di pasar-pasar lokal sudah tidak ada dan jika ada harganya melangit. Bahan bakar dan gas sulit didatangkan. “Tidak ada gandum, tidak ada roti. Kebanyakan toko-toko roti telah hancur dan mereka yang masih ada telah tutup karena tidak ada suplai bahan,” ungkap Samah al Ahmad.
Ibu 4 anak yang berusia 32 tahun ini mengatakan bahwa satu-satunya kesempatan dia keluar rumah di kawasan al Ansari adalah untuk mencari kebutuhan dasar seperti gula dan susu bubuk.
Bahan-bahan dasar seperti garam, yang tiga pekan sebelumnya berharga 76 sen per kil0, kini menjadi 10 dollar per kilo. Harga satu kilo gula melonjak menjadi 13 dollar. Susu formula, hampir tidak mungkin didapatkan dengan harga 10 dollar per kotal. Tiga pekan sebelumnya harganya masih 2 dollar. Satu kilo daging, barang langka berharga 40 dollar.
Semua perkakas di rumah Samah sudah tidak berfungsi. Tidak ada listrik selama berbulan-bulan. “Pemboman yang terbaru sangat kejam,” kata Samah. “Tidak ada lagi tempat aman disini.”
Suami Samah, terluka dalam serangan udara bulan lalu dan kini terbaring lemah. “Saya tidak dapat pergi ke rumah sakit karena semua rumah sakit telah rusak. Mereka yang masih ada sudah tidak punya obat.”
Tidak ada lagi rumah sakit yang beroperasi di Aleppo timur. Fasilitas kesehatan yang masih sebagiannya rusak karena seranagan udara pada 19 November, menyebabkan 275 ribu penduduk tidak memiliki akses kesehatan dan perawatan.
30 dokter yang masih ada di kota beroperasi dengan fasilitas di bawah tanah dan kekurangan pasokan obat-obatan vital seperti antibiotik dan kantong darah.
“Mereka kini menghemat penggunaan obat-obatan dasar. Jika seseorang masuk ruang perawatan setelah pemboman dan para dokter menahan penggunaan obat anestasia dan memberinya kepada pasien lain yang lebih membutuhkan,” tutur Elise Baker, peneliti Suriah untuk Physicians for Human Rights.
“Segala sesuatunya berdebu disini,” kata Abduljabbar |
Blokade pemerintah atas kawasan timur Aleppo ini telah berlangsung sejak Juli sehingga memaksa para dokter memotong apa seharusnya tidak boleh, yang tentu menurut Baker akan memiliki implikasi kesehatan di kemudian hari.
“Kami pernah mendengar anekdot bahwa penduduk sekarang telah mengembangkan kekebalan sendiri karena tidak adanya antibiotik, menggunakan separoh dosis antibiotik akan meningkatkan resistensi, yang problemnya akan dirasakan di kemudian hari, bahkan setelah konflik berakhir.”
Ketika makanan dan bahan bakar habis dan musim dingin datang, Abduljabbar percaya bahwa adalah masalah waktu sebelum kemudian Aleppo akan menjadi Daraya berikutnya.
“Tidak ada solusi bagi rejim ini dan kota ini akan jatuh kepada mereka, suka atau tidak. Namun ini tidak berjalan mudah,” katanya.
Pasukan pemerintah dan milisi Hizbullah telah mengepung dan memblokade Daraya, kawasan pinggiran Damaskus yang dikuasai pemberontak selama 4 tahun sebelum kemudian Agustus lalu, para pemberontak menyerah dan hijrah di provinsi Idlib. Di sepanjang pengepungan tersebut hanya ada satu pengiriman bantuan kemanusiaan yang diperbolehkan masuk.
Meskipun pasukan pemerintah berada diatas angin, namun banyak pengamat yang tidak tahu kapan pengepungan akan berakhir.
“Rejim tidak akan menerima sebagian zona otonomi oposisi di separuh kota, dan terus menekan untuk mencapai kemenangan. Namun proses evakuasi yang terjadi ada dalam jumlah kecil dan di wilayah yang kebanyakan telah diduduki,” kata Heller, seorang analis Suriah.
PBB menaksir ada hampir 8000 pasukan oposisi di kawasan Aleppo timur, 900 diantaranya adalah anggota Jabhat Fateh al Sham, bekas kepanjangan kelompok Nusrat Al Qaeda.
“Tidak ada yang seperti pernah terjadi di wilayah dengan ukuran dan kompleksitas di Aleppo timur, dengan pelbagai faksi bersenjata di dalamnya, dan tidak mudah kesepakatan dapat diambil.”
Ketika perjanjian Deraya diambil pada Agustus, kawasan yang dulunya dihuni 250 ribu warga menyusut hingga 8000 orang saja dan 800-nya adalah pasukan pemberontak.
Baik rejim Suriah dan sekutunya Rusia dan Iran paham bahwa berperang di kawasan pinggiran kota Aleppo timur akan menjadi perang yang panjang dan berdarah. Membutuhkan tahunan untuk merebut Daraya, apalagi Aleppo yang lebih besar dan lebih sulit.
“Mereka akan fokus kepada taktik pengepungan untuk mendorong kesepakatan politik dimana pihak oposisi bersedia menyerahkan senjatanya, sementara mereka diperbolehkan keluar dari wilayah lain yang dikuasai para pemberontak,” tutur Yezid Sayigh, peneliti senior Carnegie.
Tinggal dua bulan lagi sebelum Obama menyerahkan kekuasaannya kepada presiden terpilih Donald Trump dan bahkan ada kemungkinan kebijakan Trump atas Suriah lebih dekat dengan Assad dan Putin ketimbang Obama sendiri.
“Mengapa mereka harus beresiko mengorbankan banyak nyawa?” tanya Sayigh, jika kebijakan kelaparan atau miskin terbukti berhasil seperti di Daraya dan Moadamiya.
Koridor kemanusiaan yang dinyatakan terbuka oleh Rusia pada musim panas lalu tidak banyak mendorong penduduk meninggalkan kota Aleppo. Damaskus dan Moskow menyalahkan pasukan pemberontak karena “menyandera penduduk sipil”, sementara kalangan oposisi menyebut bahwa zona aman pada dasarnya tidak aman.
Pekan lalu, keluarga-keluarga yang berupaya keluar dari Aleppo timur via wilayah Kurdi di Sheikh Massoud dipaksa kembali dengan tembakan.
Baik strategi pengepungan dan pelaparan atau gempuran militer, kerugian di Aleppo akan sampai harag hilangnya nyawa manusia yang paling buruk, ungkap Heller. “Ini juga akan menjadi kekalahan simbolik oposisi Suriah.”
“Oposisi Suriah yang telah kehilangan kendali atas kota terbesar kedua di negeri itu akan mendorong mereka melakukan perlawanan gerilya, melawan dari kawasan pinggiran, tidak lagi di pusat-pusat kota. Dan ini kondisinya. Pertanyaannya adalah apa yang terjadi berikutnya.”
Duduk di apartemen lantai satunya dengan selimut untuk melindungi dirinya dari udara dingin, Samah yang cemas percaya bahwa kejatuhan Aleppo timur tinggal tunggu waktu saja.
“Masyarakat internasional menyaksikan pembantaian demi pembantaian, para pemberontak telah kehilangan wilayahnya. Ini adalah masalah waktu saja sebelum rejim ini mengambil wilayah timur,” katanya.
Samah terlihat membersihkan rumahnya, mengambil air yang ada di masjid diseberang jalan. Tidak banyak yang dilakukan, kecuali tidur setelah melakukan pekerjaannya. Baginya tidur menjadikannya tidak perlu lagi berpikir. Dia benar-benar sangat keletihan.
“Saat ini, kami terus menderita. Tidak peduli bagi saya siapa yang mengendalikan wilayah ini sepanjang saya dapat memberi makan keluarga saya dan ada tempat yang aman. Sepanjang kengerian ini berakhir.”
0 komentar:
Post a Comment