Syiah Syaithon


Syaith0n—selanjutnya disebut setan merujuk bahasa Indonesia baku—berasal dari bahasa Arab ‘syathana’ dengan arti ‘menjauh’. Dinamakan setan karena jauhnya dia dari kebenaran (Shabuni, 1977 dalam Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, 1993, cetakan kedua, halaman 99).  Ada pula yang mengatakan bahwa syaithan dari kata ‘syâtha’ yang berarti terbakar atau batal. Pendapat yang pertama ‘syathana’ lebih kuat menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir, sehingga kata ‘syaithan’ artinya adalah jauh dari kebenaran atau rahmat Allah subhanahu wa ta’ala, (Al-Misbahul Munir, halaman 313). Istilah setan kemungkinan juga diambil dari bahasa Ibrani ‘syatan’ yang artinya lawan atau musuh, sebagaimana ditulis oleh Syamsuddin Arif dalam “Orientalis dan Dioabolisme Pemikiran, 2008, cetakan Jakarta halaman 146,” dengan merujuk pada W. Gesenius dalam Lexcon Manuale Hebraicum et Chaldaicum in Veteris Testamenti Libros, s.v. ‘s-t-n’.
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu. Firman Allah, Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan  jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia.” (Al-An’am [6]: 112)  Ibnu Jarir berpendapat, Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir jilid I, halaman 49). Ibnu Katsir, dalam memahami ayat di atas menyatakan bahwa setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan, (Tafsir Ibnu Katsir Jilid II, halaman 127. Lihat pula Al-Qamus Al-Muhith, halaman 1071).
Masih tentang setan. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, ia berkata, aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk dan, beliau menyatakan, ‘Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?’ Aku jawab, ‘belum’. Beliau mengatakan, ‘Bangkit dan shalatlah.’ Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Ia berkata, ‘Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.’ Abu Dzar berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?’ Rasul menjawab, ‘Ya.’
Secara sederhana, sambil merujuk pada dalil di atas, maka, setan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis (QS. Al-An’am [6]: 112), yaitu (1) setan dari  jenis jin dan (2) setan dari jenis manusia. Tulisan ini hanya mengurai jenis setan yang kedua. Untuk setan dari jenis manusia, dalam istilah Bugis disebut 'setang makkaju',  atau lebih mudahnya manusia-manusia yang jauh dari kebenaran, mereka yang zalim lagi fasik, dapat diketahui dari perbuatan yang dilakukannya (QS. Al-Ma’idah [5]: 90). Jadi yang mengajak manusia pada kesesatan, menuhankan manusia, menyembah  berhala, nikah temporal tanpa memenuhi rukun dan syarat-syarat pernikahan—mut’ah—adalah masuk kategori manusia setan. Tentunya konsep berhala dan perbuatan-perbuatan setan dalam ayat di atas dapat di tafsirkan secara lebih luas sesuai perkembangan jaman sekarang, termasuklah mereka yang menyembah kuburan dan mengkultuskan para Imam, sebagaimana amalan sekte Syiah Imamiyah.

Antek-antek Setan

Setan adalah musuh nyata bagi manusia  (QS. 5: 7, 17: 53, 35: 6), itu karena setan adalah pembangkang (‘ashiy), berwatak jahat, liar, dan kurang ajar (mârid dan marîd). Setan selalu menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi) dan pastinya, menyesatkan (yudhillu) orang banyak dengan segala trik dan strategi yang dimiliki. Caranya, dengan menyusup dan memengaruhi (yatakhabbath), merasuk dan merusak (yanzaghu), menaklukkan dan menjatuhkan (istawâ), menguasai (istahwadza), menghalang-halangi (yashuddu), menakut-nakuti (yukhawwifu), merekomendasi (sawwala) dan menggiring (ta’uzz), menyeru (yad’u) lalu menjebak (yaftinu). Tidak hanya itu, setan juga menciptakan imej positif untuk kebatilan (zayyana lahum ‘a’maluhum), membisikkan hal-hal negatif ke dalam hati dan fikiran seseorang (yuwaswisu), menjanjikan dan memberikan iming-iming (yaiduhum wa yumannihim), memberdaya dengan tipu muslihat (dalla bi-ghurûr), membuat orang lupa lagi lalai (yunsî), menyulut konflik dan kebencian (yûqi’u al-‘alâdawah wal-baghda’), menganjurkan perbuatan maksiat dan amoral (ya’muru bil fahsya’i wal-munkar), serta menyuruh orang supaya kafir (qâla lil insan ukfur).

Trik-tirk setan di atas juga dipraktikkan oleh para ulama su’, cendekiawan, serta intelektual Syiah yang didukung oleh para supaha dan juhala. Merekalah yang layak disebut sebagai awliya’ asy-syaythân, para penolong setan (QS. 4: 76]), ikhwan asy-syaithân, antek-antek setan (QS. 3: 175), hizb asy-syaithân, golongan (partai) setan (QS. 58: 19), dan junûdu iblîs, para laskar iblis (QS. 26: 94). Mereka kelihatannya sangat alim dan pakar dalam agama, dibalut dengan jubah dan sorban, serta baragam aksesoris lainnya, padahal sejatinya mereka adalah golongan yang sesat dan menyesatkan. Inilah yang terjadi pada sekte Syiah yang berkembang di Iran serta menjadi aliran kepercayaan resmi negara, lalu di impor ke pelbagai penjuru dan negara, termasuk Indonesia, lalu masuk  Makassar. Para penganut Syiah, terlihat sangat hebat dalam bidang agama, apalagi jika berbicara tentang sejarah, seakan-akan merekalah pemilik dan pemeluk Islam sesungguhnya. Kerap kali mengecoh orang dengan cerita-cerita fiktif masa lalu, mulai dari kesalahan Jibril menyampaikan wahyu pada Nabi Muhammad yang semestinya diberikan pada Ali, pengkhianatan Abu Bakar, Umar, dan Ustman radhiallahu ‘anhum yang merampas hak kekhalifahan dari tangan Ali, kekejaman Abu Bakar dan Umar kepada keluarga Nabi (Ahlul Bait), terbunuhnya Husein di Karbala, daftarnya terlalu panjang.

Dongen-dongen di atas, jika disampaikan oleh sekte Syiah secara melankolis akan menjebak para pendengarnya, lalu menggiring dan menggelincirkan, dan akhirnya menyesatkan para pendengarnya dengan cara mengajak mereka masuk dalam golongannya. Persis trik-trik setan untuk memperbanyak antek-anteknya dari golongan manusia. Karena ini adalah cerita lama yang diulang terus-menerus, maka di mana ada kesesatan pasti di sana ada keselamatan: ada penyesat, ada penyelamat. Ada Fir’aun ada Musa, muncul Suhrawardi al-Maqtul, tetapi ada Ibnu Taimiyah, lahir penyesat sekaliber Hamzah Fansuri, namun datang Nuruddin Ar-Raniri, ada Syekh Siti Jenar, namun timbul Wali Sanga, muncul Jalaluddin Rakhmat, tetapi ada H M. Said Abd Shamad, begitulah roda kesesatan dan keselamatan terus berputar, kebaikan dan kejahatan, setan dan malaikat, Syiah dan Ahlussunnah, muslim dan kafir, beserta laskar dari kedua kubu akan terus bertempur dan berperang dari waktu ke waktu. Sejarah memang akan terus mengulang dirinya, history repeats it self, kata orang Bule, yang membedakan hanyalah pelaku, ruang dan waktunya.

Dengan mengetahui makna setan, sifat-sifat, ideologi, dan cara-cara kerja mereka, maka tidak salah jika disamakan dengan sekte Syiah yang telah disesatkan oleh para ulama muktabar, dari dulu hingga kini, dari Maroko hingga Merauke. Bahkan guru besar (kiyai) saya di pondok pesatren Majelisul Qurra wal Huffadz-Darul Huffadz Tuju-tuju Bone, Sulawesi Selatan dengan tegas membuat undang-undang untuk para guru, warga pondok, dan santri-santrinya sebagai berikut: Santri Majelisul Qurra’ wal Huffadz dilarang berjabat tangan dengan golongan ingkarussunnah atau golongan sesat lainnya, seperti, Ahmadiyah, Islam Jama’ah, Syiah, dan lain-lain, (Ilham Kadir, Jejak Dakwah KH. Lanre Said; Ulama Pejuang dari DI/TII hingga Era Reformasi, cetakan Jogjakarta, 2010, halaman 92).

Larangan ‘berjabat-tangan’ yang kelak kata-katanya diperhalus menjadi ‘dilarang bekerja sama’ sebagai bukti akan kesesatan Syiah, dan merupakan bagian dari antek-antek setan penyesat manusia. Bekerja sama dengan Syiah sinonim dengan bekerja sama dengan setan. Agar selamat selamat dunia dan akhirat, mari kita menajauhi setan dan Syiah sekaligus. Wallahu a’lam!  (Ilham Kadir/lppimakassar.com/muslimina) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment