Pengacara Ahok berulangkali sebut "teroris"
Kata "teroris" berulangkali disebut pengacara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Humprhey R. Djemat, dalam sidang lanjutan kasus penistaan agama yang digelar di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, hari ini.
Teroris dalam sidang Ahok dianggap Humprhey penting untuk diceritakan di depan saksi ahli agama PBNU, Miftachul Akhyar, sebagai penguat bahwa Ahok tidak dapat dikatakan bersalah dengan menyitir surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, September tahun lalu.
Pernyataan Humprhey ini menanggapi pernyataan Miftachul Akhyar bahwa seorang nonmuslim dilarang menafsirkan ayat Al Quran, merujuk pada pernyataan Ahok menafsirkan Al Maidah 51. Menurut Miftahul, ada dua kesalahan Ahok, pertama menafsirkan ayat Al Quran dan mempengaruhi masyarakat dengan menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.
"Sebagai ahli, Pak Kyai tahu ada teroris yang mengatakan seperti ini 'dan bunuhlah mereka dimana kamu temui mereka' itu mengambil surat Al Baqarah
ayat 191. Kemudian ada orang mengatakan 'jangan percaya sama teroris tersebut dan jangan mau dibohongi surat Al-baqarah ayat 191', Apakah orang yang mengatakan tersebut salah?" kata Humprhey kepada Miftachul.
Miftachul menjawab dengan lugas orang tersebut tidak bersalah. Kemudian dia menjelaskan, bahwa surat Al Baqarah sudah diartikan salah oleh para teroris yang menggunakannya.
Humprhey pun membandingkan dengan pidato Ahok di Kepulauan Seribu, dengan meyakini bahwa Ahok menyitir surat Al Maidah hanya dalam rangka mengingatkan agar warga tak mudah percaya dengan oknum elite politik yang kerap menggunakan surat tersebut sebagai bentuk kampanye hitam terhadap Ahok.
Namun Miftachul tetap pada pendiriannya, berdasarkan ilmu agama yang dipegang bahwa Ahok tetap bersalah. Dia menjelaskan, ada perbedaan yang cukup luas dari arti surat Al Baqarah dengan surat Al Maidah.
Selain itu, meski secara pemikiran logika dan substansinya benar, "elit politik" yang dimaksud Humprhey dan Ahok sebagai sosok yang berupaya mengingatkan akan bahaya elit politik tadi bisa disebut sama-sama bersalah.
"Elite ini menyalahkan atau mengatakan jangan bla bla bla, ini pun juga bisa dianggap salah karena dia juga memperalat itu, jadi disini sama-sama salah," ujar Miftachul.
Terlebih, Ahok dinilainya, bersalah karena mempolitisasi ayat tersebut sekaligus menempelkannya dengan kata "dibohongi".
"Karena ditambahkan 'dibohong' jadi salah," ungkap dia.
[rimanews.com]
0 komentar:
Post a Comment