Non Pribumi Justru Lebih Korup Dari Warga Asli Indonesia
Roda perekonomian dan bisnis Indonesia hingga saat ini masih dikuasai orang maupun kelompok pendatang dari Tionghoa (China). Riset menunjukkan, pengusaha atau pebisnis non pribumi tersebut lebih korup dibanding orang Indonesia asli.
Diantaranya, Eddi Tansil alias Tan Tjoe Hong atau Tan Tju Fuan. Pada awal tahun 1990an, Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, ini membobol Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sebesar Rp1,5 trilyun ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sekitar Rp 1.500,- per dollar.
Kini, ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 %, berarti duit yang digondol Eddi Tanzil setara dengan Rp 9 triliun, lebih besar dr nilai skandal Bank Century yang mencapai Rp 6,7 triliun.
Kedua, adalah Hartati Murdaya. Ketua umum WALUBI (Wali Umat Buddha Indonesia) ini ditangkap KPK karena menyogok Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Arman Batalipu, yang merupakan kader Golkar. Uang suap diberikan agar usaha perkebunan Hartati mendapat konsesi perkebunan.
Sementara, di penghujung tumbangnya orde baru, sejumlah pengusaha dan bankir Cina panen BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Banyak diantara mereka yang kemudian melarikan diri ke luar negeri dengan meninggalkan aset rongsokan sebagai jaminan dana talangan.
Menurut catatan pada 2 Januari 2003, jumlah utang dan dana BLBI yang diterima Sudono Salim alias Liem Sioe Liong sekitar Rp 79 triliun. Sjamsul Nursalim alias Liem Tek Siong Rp 65,4 trilyun. Sudwikatmono Rp 3,5 trilyun, Bob Hasan alias The Kian Seng Rp 17,5 trilyun. Usman Admadjaja Rp 35,6 trilyun, Modern Group Rp 4,8 trilyun dan Ongko Rp 20,2 trilyun.
Namun, kisah korupsi tersebut bak hilang ditelan bumi lantaran yang bersangkutan melarikan diri dari Tanah Air.
Misalnya, Andrian Kiki Ariawan. Ia terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Ditengah proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian kabur ke Singapura dan Australia. Sehingga, Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.
Lalu, Eko Adi Putranto, yang merupakan anak Hendra Rahardja yang juga tersangka kasus BLBI. Sang ayah meninggal saat melarikan diri ke Australia.
Bak buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Eko juga terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.
Selain itu, ada pula Sherny Konjongiang. Perempuan ini terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan diduga merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.
David Nusa Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara sebesar Rp 1,29 triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika.
Baru-baru ini, Kejaksaan agung menjemput terdakwa kasus korupsi BLBI, Samadikun Hartono di Bandara Halim Perdanakusumah. Dalam kasus ini, ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Namun, hingga kini tak ada kejelasan soal kelanjutan kasusnya.
Pasca Orde Baru, muncul lagi pengusaha Cina yang membawa kabur uang dalam jumlah yang luar biasa besarnya.
Misalnya, Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing. Bekas pemilik Bank Harapan Santosa, yang kabur ke Australia setelah menggondol duit dari Bank Indonesia lebih dari Rp 1 trilyun. Hendra Rahardja merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.
Kemudian ada Sanyoto Tanuwidjaja pemilik PT Great River, produsen bermerek papan atas. Sanyoto meninggalkan Indonesia setelah menerima penambahan kredit dari bank pemerintah.
Lalu Djoko Chandra alias Tjan Kok Hui, yang terlibat dalam skandal cessie Bank Bali. Ia meraup uang tidak kurang dari Rp 450 miliar. Ketika hendak ditahan Djoko kabur keluar negeri dan kini dikabarkan menjadi warga negara Papua Nugini.
Kasus pembobolan BNI oleh Maria Pauline. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur ke Singapura dan Belanda.
Adapula kasus SKRT Dephut, dengan melibatkan Anggoro Widjojo. Diduga merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam proses penyidikan ke KPK, Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO.
Berikutnya, Lesmana Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara namun melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan perkembangan terakhir kasus ini juga tak jelas.
Tony Suherman, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony divonis 2 tahun penjara dan melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW juga menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.
Dewi Tantular dan Anton Tantular. Dua orang ini terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
Sukanto Tanoto, terlibat dalam dugaan korupsi wesel ekspor Unibank. Ia diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi tersangka. Proses hukum tidak jelas. Nama Sukanto Tanoto dicabut dalam daftar ini dan kasusnya dinyatakan telah selesai.
Beranjak di tahun 2010, mantan kepala ekonom konsultan McKinsey, James Henry, menerbitkan hasil studinya soal penyelewengan pajak di luar negeri (tax havens).
Menurut laporan tersebut, terdapat USD 21 trilyun (Rp 198.113 trilyun) pajak pengusaha di seluruh dunia yang seharusnya masuk kantong pemerintah, namun diselewengkan.
Sembilan diantara para pengusaha pengemplang pajak itu berasal dari Indonesia, seperti James Riady, Eka Tjipta Widjaja, Keluarga Salim, Sukanto Tanoto, dan Prajogo Pangestu.
Belum lagi, kasus pengemplang pajak juga disebut-sebut melibatkan Miranda Goeltom, Theo Toemion, Freddy Harry Sualang, Panda Nababan, Max Moein, Ni Luh Mariani Tirta Sari, Olly Dondokambey, Rusman Lumbatoruan, Willem Tutuarima, Poltak Sitorus, Aberson M Sihaloho, Jeffey Tongas Lumban Batu, Matheos Pormes, Engelina A Pattiasina, Sengman Tjahja, Basuki, Elizabeth Liman, Yudi Setiawan, Artalyta Suryani alias Ayin dan masih banyak lagi.(aktual)
0 komentar:
Post a Comment