"Ma'afkan Terpaksa Membuka 'Kronologi' Pemecatan Oleh Pimpinan PKS...." by @FahriHamzah
PENGANTAR
Sebagai bentuk ikhtiar untuk membuat situasi menjadi jelas dan terang, maka izinkan Saya menjelaskan kronologi dan fakta fakta kejadian dalam proses pemecatan Saya sebagai Anggota dan Kader Partai Keadilan Sejahtera. Sebelumnya beredar kronologi yang dirilis oleh Presiden partai Keadilan Sejahtera secara sepihak yang yang banyak sekali menyimpang dari fakta sebenarnya. Terkait kronologi tersebut, sebelumnya Saya sudah meminta melalui 9 surat yang pernah saya layangkan sejak persidangan awal, namun ternyata baru dirilis oleh Presiden Partai setelah adanya pemecatan untuk dikonsumsi oleh publik luas. Ada banyak sekali tuduhan tuduhan yang tidak rasional dan tidak memiliki dasar bukti serta sebagai kebohongan publik yang dirilis oleh Presiden PKS tentang keberadaan diri Saya. di antaranya bahwa Saya dihukum karena pernah diputuskan sanksi ringan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena Saya pernah mengucapkan kata “rada rada bloon”. Hal tersebut benar pernah disidangkan oleh MKD dan Saya telah memberikan keterangan bahwa hal tersebut merupakan argumentasi dalam kapasitas Saya sebagai Ketua Team Implementasi Reformasi DPR untuk menjelaskan kepada publik tentang pentingnya negara memberikan fasilitas untuk memperkuat supporting sistem keahlian bagi anggota Dewan yang bisa saja terpilih dari berbagai latar belakang. Dan MKD menerima keterangan Saya serta tidak pernah menjatuhkan hukuman sanksi ringan. Serta berbagai tuduhan tuduhan lain yang sesungguhnya merugikan diri Saya. dalam kronologi ini, Saya tidak banyak menangapi hal tersebut, namun hanya ingin menjelaskan tentang berbagai rangkaian peristiwa berdasarkan fakta sebenarnya yang melingkupi proses pemecatan saya. Semoga ikhtiar ini dapat memberikan pemahaman kepada publik luas tentang apa sebenarnya yang terjadi serta dapat menjadi pertimbangan perspektif bagi Kader Partai Keadilan Sejahtera yang saya takzimi diseluruh Nusantara, agar kita tidak mudah diadu domba apalagi diputus hubungan silaturahmi sebagai sesama Muslim dan sesama manusia yang sudah terjalin mendarah daging begitu lama yang dasar silaturahmi tidak hanya karena kita berpartai.
PROSES PERMINTAAN MUNDUR
Tercatat 5 (lima) empat kali pertemuan Saya dengan Ustadz Salim sejak beliau terpilih menjadi Ketua Majlis Syuro pada bulan Agustus 2015. Pertemuan pertama terjadi pada tanggal 10 Oktober 2015. Saya dipanggil untuk pertama kali untuk menghadap kepada beliau sebagai Pimpinan Baru Partai. dalam pertemuan tersebut hadir Ustadz Hidayat Nurwahid dan Presiden Partai Sdr. M. Sohibul Iman. Saya menyambut baik pertemuan tersebut sebagai ajang konsolidasi pengurus baru dengan kader yang menemapati posisi sebagai pejabat publik. Dalam pertemuan tersebut, Ustadz Salim menyampaikan bahwa tidak akan ada pergantian di jajaran Pimpinan DPR dan MPR, untuk itulah Saya memaknai pertemuan tersebut dalam kapasitas Saya sebagai Wakil Ketua DPR RI dan Ustadz Hidayat sebagai Wakil Ketua MPR RI. Khsus kepada Saya, Ustadz Salim menyampaikan agar sedikit kalem dalam berkomunikasi serta meminta Saya untuk menggunakan Kopiyah. Sejak saat itu nasehat beliau Saya laksanakan dengan penuh kesadaran, gaya komunikasi politik aya mulai sedikit berubah dengan mengurangi komunikasi media. Sikap Saya terlihat begitu jelas, bahwa Saya jauh lebih cendrung banyak diam dibandingkan dengan di masa Ustadz Hilmi Aminuddin. Hal ini sekaligus sebagai koreksi atas kronologi yang dibuat oleh DPP PKS yang menyebutkan bahwa briefing awal dilakukan tanggal 1 September 2015, Saya memiliki dokumentasi tertulis karena Saya mencatat detail materi pertemuan yang sekaligus sebagai dokumentasi yang menunjukkan penanggalan pertemuan tersebut.
Lalu hanya berselang 13 hari setelah pertemuan tersebut. Saya kembali dipanggil oleh Ustadz Salim pada tanggal 23 Oktober, dan beliau menyampaikan keinginan pribadi beliau agar Saya mundur dari jabatan pimpinan DPR. Saya melihat ada keraguan pada diri Ustadz Salim dalam menyampaikan hal tersebut. Sebagai kader, Saya tidak mau melihat beliau memiliki keraguan dalam berkomunikasi, sehingga Saya berkata “Saya adalah Jundi (Kader yang patuh) jabatan adalah amanah”. Yang Saya maksudkan adalah bahwa Ustadz tidak perlu ragu menyampaikan hal tersebut karena jabatan dalam sistem kepartaian kita bukanlah pencapaian sehingga harus dipertahankan, hanya saja Saya membutuhkan waktu dan alasan yang tepat agar tindakan yang Saya ambil dapat mencapai kemaslahatan. Pertemuan pertama yang penuh kekeluargaan tersebut selanjutnya melahirkan rentetan pertemuan lainnya antara Saya dan beliau sebagai pribadi, yaitu tanggal 1 desember 2015, 11 Desember 2015 dan 16 desember 2015, yang isinya lebih sebagai diskusi untuk mempertimbangkan berbagai hal dalam memutuskan perkara berhentinya seorang pimpinan DPR RI. Berikut kronologi pertemuan Saya dengan Ustadz Salim hingga pada proses pemecatan.
RINCIAN MATERI PERTEMUAN SAYA DENGAN USTADZ SALIM
Panggilan Pertama, 10 Oktober 2015
Saya mendapatkan SMS dari Ustadz Untung Wahono yang rupanya ditujukan kepada Saya dan Ustaz Hidayat Nurwahid. Pemahaman Saya panggilan tersebut adalah untuk menyampaikan arahan pimpinan yang baru Partai yang terpilih pada bulan Agustus 2015. Hadir dalam pertemuan tersebut Presiden DPP PKS Sdr. M.Sohibul Iman dan Ketua Majlis Syuro Ustadz Salim. Saya dan ustadz HNW sebagai Pimpinan Lembaga Perwakilan DPR dan MPR dinasehati agar tetap bekerja dan tidak akan ada pergantian di Pimpinan Lembaga Perwakilan MPR dan DPR. Kepada Saya, Ustadz Salim menyarankan agar lebih kalem dan menggunakan Kopiah. Pada pertemuan itu Saya tidak banyak berbicara, hanya mencatat point point pembicaraan. Ustadz HNW menyampaikan perlunya membuat aturan yang jelas agar tidak terjadi perbedaan pendapat di kemudian hari terkait kebijakan kebijakan Partai. (ada notulensi dan dokumen pertemuan)
Panggilan Kedua, 23 Oktober 2015
Tidak lama sekitar 13 hari setelah pertemuan pertama, di mana Saya dan ustadz HNW diminta untuk tetap bekerja dan dipastikan tidak akan ada pergantian di Pimpinan MPR dan DPR. Saya kembali mendapat SMS dari Ustadz Untung untuk datang menemui Ustadz Salim di Kantor DPP PKS. Saya hanya bertemu berdua dengan Ustadz Salim. Setelah pembicaraan yang panjang lalu beliau menyampaikan kekhawatiran beliau jika terjadi perbedaan pendapat antara Saya dengan beberapa tokoh Partai, khususnya Presiden Partai dan Ustaz HNW. Sempat Saya menyela bahwa hal itu sebetulnya harus dilihat konteksnya. Saya menjelaskan situasi KPK menjelang revisi. Sebelumnya, Saya pernah secara khusus datang ke rumah beliau di daerah Pejaten untuk menyampaikan hal hal terkait KPK dan membawa berkas yang lengkap dan tebal, namun tidak berlangsung lama.
Selanjutnya beliau juga menjelaskan kekhawatiran akan adanya gangguan terhadap Partai, Karena adanya para mantan menteri yang pernah menjabat dan juga karena PKS yang sering diincar. Maka dengan pertimbangan itu beliau meminta SECARA PRIBADI kepada Saya agar mundur dari wakil ketua DPR dan beliau menyampaikan agar pembicaraan tersebut dirahasiakan sebagai pembicaraan pribadi antara beliau dan Saya.
Terkait permintaan itu, Saya lalu bertanya kepada beliau 2 (dua) hal: Pertama, apakah Pemerintah menekan beliau, (hal tersebut beliau bantah dengan tegas). Kedua, apakah Saya memiliki salah. Pertanyaan kedua beliau tegaskan bahwa Saya sama sekali tidak punya salah bahkan Saya dianggap salah satu kader terbaik yang berpikiran maju ke depan. beliau tambahkan, karena maju itulah Saya sering disalahpahami. “mungkin pikiran Antum baru bisa dipahami orang 10 tahun lagi”.
Lalu Saya mengatakan kepada beliau -karena Saya melihat beliau seperti tidak mantap menyampaikan permintaan tersebut. Saya berkata “Ustaz gak perlu khawatirkan Saya. Saya jundi dan Saya tidak melihat jabatan ini sebagai milik pribadi. Dalam jamaah Saya paham bahwa jabatan adalah amanah. Tetapi memang ada perbedaan jabatan Saya dengan jabatan di internal partai. Oleh karena itu Saya akan mengambil keputusan, terlait waktu dan caranya gampang.” kalimat terakhir inilah yang sekarang menjadi multi interpretasi. (Saya memiliki bukti kuat tentang percakapan ini, karena Saya mengkonfirmasi beberapa pint penting berkali kali dalam pertemuan berikutnya.
Panggilan Ketiga, 1 Desember 2015
Dalam pertemuan ini perbincangan Saya dan Ustadz Salim lebih mengalir sebagai diskusi dalam mempertimbangkan berbagai aspek dari keputusan pengunduran diri. Mulai dari mempertimbangkan posisi jabatan wakil ketua DPR sebagai jabatan yang dipilih melalui paripurna dalam sebuah paket yang bersifat tetap yang diajukan oleh KMP, hingga ke masalah pertimbangan lain apakah ada kemungkinan jika KMP melemah maka posisi jabatan Wakil Ketua DPR bisa terlepas dari PKS. Dalam hal ini Ustadz Salim terbuka untuk mendengar berbagai pandangan lain karena beliau tidak mau jika poisisi wakil ketua DPR itu nantinya lepas dari PKS. Di sinilah muncul ide untuk berkonsultasi dengan ahli Tata Negara dan yang memahami UU MD3. Ustadz Salim pun mengatakan terbuka untuk mendengar segala pertimbangan dari berbagai sudut termasuk dari ahli Tata Negara dan yang memahami konstruksi UU MD3. Dalam pertemuan tersebut beliau mempertegaskan bahwa hal tersebut adalah pembicaraan pribadi antara Ustaz dengan Saya. Untuk itu Saya sama sekali tidak pernah menyampaikan kepada siapapun tentang adanya permintaan agar saya mundur dari jabatan pimpinan DPR RI. Hal tersebut Saya simpan secara pribadi sembari terus memantapkan hati dan Jiwa dengan beristikhoroh agar dapat mengambil keputusan dalam keadaan tenang dan mantab. Karena bagi Saya sesuai konstruksi UU, pengunduran diri adalah otoritas pribadi seseorang yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa dan atau tertekan serta akan dipertanggungjawabkan secara pribadi pula kelak di hadapan Allah, publik, konstituen dan juga Koalisi yang telah mengusung Saya sebagai paket pimpinan yang bersifat tetap.
Namun ternyata perbincangan pribadi saya dengan ustadz salim tersebut mulai diolah oleh beberapa unsur pimpinan DPP dengan mulainya muncul statemen terkait pengunduran diri tersebut ke publik dari pihak lain di luar Saya dan Ustadz Salim. Seharusnya hal tersebut masih menjadi konsumsi berdua antara Saya dan Ustaz Salim. Beberapa media mulai mengkonfontir kepada Saya tentang adanya keterangan dari beberapa pimpinan DPP yang menyebutkan bahwa Saya akan mengundurkan diri. Namun Saya tidak terpengaruh untuk menaggapi karena tetap berpegang pada pembicaraan dengan Ustadz Salim bahwa hal tersebut masih menjadi konsumsi berdua.
Panggilan Keempat, 11 Desember 2015
Dalam pertemuan ini dihadirkan Kang Suman sebagai anggota DPR yang ikut merevisi UU MD3. Diskusi pun lebih mengalir sebagai kajian mendalami pasal pasal tentang berhentinya Pimpinan DPR dalam konstruksi UU MD3. Juga menganalisis pertimbangan politik terutama terkait faksi kekuatan di DPR khususnya KMP. Dalam pertemuan ini Saya lebih banyak mendengar keterangan keterangan yang disampaikan oleh Kang TB Soenmandjaja yang ikut dihadirkan oleh Ustadz Salim sebagai mantan anggota Pansus UU MD3. Sesekali saja Saya berkomentar bahwa jika KMP tidak solid maka semua bisa jadi lain. Potensi kocok ulang dalam UU MD3 sangat besar karena adanya klausul tentang paket yang bersifat tetap, bahwa jika satu pimpinan berhenti maka kesatuan paket menjadi hilang. Peluang tersebut memungkinkan terjadi pergantian paket pimpinan secara keseluruhan dengan terbentuknya koalisi baru jika KMP melemah.
Pertemuan dengan Kang Soenmandjaya, 13 Desember 2015
Kang Suman menyampaikan bahwa beliau mendapat amanah dari Ustadz Salim untuk menyerahkan sesuatu, untuk itu beliau minta untuk bertemu. Saya menemui beliau di ruang Fraksi PKS MPR. Kang Sonmandjaja menyerahkan amanah dari Ustadz Salim berupa draft Surat pengunduran diri Saya sebagai Wakil Ketua DPR. Saat itu beliau seperti berharap Saya bisa menandatangani tetapi hati Saya semakin tidak bisa memahami bahkan bertanya “ini sebenarnya ada apa?”. Untuk itu draft Saya bawa untuk Sayapelajari dan telaah lebih dalam.
Panggilan Kelima, 16 Desember 2015
Ustadz Salim mengirimkan pesan melalui Whatsap langsung kepada Saya tanggal 14 Desember 2015 yang berbunyi “Saya tidak akan memaksa Antum mundur, itu pilihan Antum, yang penting besok kita ngobrol ngobrol di sini “. pesan teks ini Saya anggap mengakhiri polemik terkait permintaan mundur sebagai pimpinan DPR.
Saya pun menemui beliau satu hari setelahnya. Namun saat bertemu, beliau kembali menanyakan terkait draft Surat yang diserahkan melalui Kang TB Soenmandjaja. Saya lalu menyampaikan ke Ustadz Salim bahwa sebagaimana yang disampaikan oleh beliau bahwa hal tersebut adalah permintaan pribadi maka Saya juga menangkapnya secara pribadi. Maka Saya butuh waktu untuk beristikhoroh dalam mengambil keputusan. Saya sampaikan kepada Ustadz Salim bahwa Saya tidak biasa mengambil keputusan dalam keadaan tidak mantab, dan karena pengunduran diri adalah terkait wilayah otoritas individu, maka Saya butuh ketenangan dalam mengambil keputusan. Ustadz Salim lalu menyampaikan bahwa beliau tidak memaksa Saya mundur tapi harus ada jawaban hari itu. Dan Saya pun menyampaikan bahwa Saya masih belum dalam keadaan mantab. Ustadz Salim lalu menyampaikan bahwa ketua MS itu tidak bisa dilihat sebagai pribadi, ketua MS adalah lembaga, maka akan ada konsekwensi dari keputusan Saya tersebut sesuai dengan AD/ART Partai.
Setelah pertemuan tersebut, Saya masih terus menyimpannya sebagai hal yang rahasia antara Saya dan Ustadz Salim, karena memang di awal beliau menyampaikan demikian agar tidak diketahui oleh orang lain. Namun setelah pertemuan terakhir ini, muncullah berbagai isu di publik yang disampaikan oleh struktur Partai. Di antaranya statemen dari Presiden Partai Sdr. M. Sohibul Iman dan Sdr. Muzammil pada awal dan pertengahan Desember yang menyebutkan bahwa BPDO sedang melakukan evaluasi terhadap pejabat publik dari PKS. Saya tidak mau berkomentar terkait statement statement tersebut karena Saya memahami bahwa BPDO tidak memiliki kewenangan melakukan evaluasi. Lalu juga statement Wasekjend PKS Sdr. Mardani yang dilansir oleh Media Massa tanggal 9 januari 2016 yang menyebutkan bahwa Saya diminta mundur oleh kader dan simpatisan, isu ini lalu menggelinding menjadi konsumsi publik luas. Konstituen, Kader dan Simpatisan beserta media terus memburu tanya, Hal ini pula yang membuat Saya melakukan klarifikasi secara publik pula dengan mengeluarkan rilis klarifikasi karena pernyataan Sdr. Mardani telah meresahkan banyak kader dan konstituen yang terus berburu tanya. Saya pun mengeritik bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan tradisi PKS selama ini. Biasanya permasalahan selalu dibicarakan secara internal. Namun karena beberapa unsur struktur Partai telah mengawali melemparkan isu dengan melibatkan publik dan mengatasnamakan kader dan simpatisan, maka Sayapun untuk pertama kali berkomentar ke publik dengan mengeluarkan Press release pertama tanggal 10 januari 2016.
Sejak saat itulah, ruang publik menjadi medan sengketa terbuka, hal yang bukanlah Saya yang pertama kali memulai. Operasi operasi yang dilakukan oleh beberapa oknum DPP inilah yang saya tangkap bahwa tekanan mundur pada diri Saya merupakan kepentingan pribadi beberapa kelompok di dalam partai yang kemudian menggunakan alat kelembagaan untuk mencapai kepentingannya. Sejak pertama kali kepemimpinan baru berganti, sebagai anggota Partai yang duduk sebagai Wakil Ketua DPR RI, Saya tidak pernah diajak berbicara untuk menyusun arah baru partai seperti yang dikatakan. Saya juga sejak awal jika tidak lagi ditempatkan dalam struktur kepengurusan apapun di partai. Awalnya Saya menganggap karena memang tradisi lama di dalam PKS, jika seorang kader menempati posisi sebagai pimpinan pejabat publik, maka harus melepaskan jabatan sebagai pengurus Partai. maka Saya total menjalankan tugas kenegaraan sebagai Wakil Ketua DPR tanpa pretensi sedikitpun akan adanya upaya menggusur saya oleh struktur kepengurusan baru. Segala cara dipakai termasuk melakukan pembocoran dokumen dan pembentukan opini publik.
Padahal, Ketua Majelis Syuro dalam kasus ini tidak pernah mengeluarkan statement apapun kepada publik terkait materi pembicaraan yang memang beliau minta untuk dirahasiakan sebagai percakapan pribadi. Namun rupanya beberapa unsur pimpinan DPP justru tidak bersabar dengan terus melakukan operasi hingga melibatkan publik agar Saya segera hengkang dari kepengurusan dan jabatan sebagai pimpinan DPR RI.
Menangkap hal tersebut, maka Saya menjadi memiliki keyakinan yang kuat bahwa hal tersebut tidak boleh menjadi tradisi di PKS, yaitu penghilangan kelompok yang dianggap berbeda ketika menempati posisi sebagai pimpinan Partai. Partai ini hanya akan besar dan menjadi partai modern yang adaptatif dengan perubahan zaman jika kita semua taat azaz dan menjunjung tinggi hukum. Tidak bisa tanpa dasar hukum yang kuat, dengan hanya menggunakan otoritas kekuasaan, seseorang dihakimi dan lalu dihilangkan. Beginilah cara kita saling menjaga dan bahwa kebuntuan dialog antar anggota tidak boleh terjadi.
PEMERIKSAAN BPDO
30 Desember 2015
Saya dipanggil untuk pertama kali oleh BPDO untuk dimintai keterangan pada tanggal 4 januari 2016. Dalam surat tertanggal 30 desember tersebut tidak ada keterangan tentang panggilan permintaan keterangan terkait masalah apa. Saya kemudian bersurat kepada BPDO meminta agar dijadwalkan ulang karena sedang berada di Johor Malaysia dan juga meminta kepada BPDO agar diberikan informasi tentang pemanggilan tersebut. Melalui Surat tertulis Saya menjawab bahwa Saya mengapresiasi tradisi bersurat sembari bertanya tentang terkait hal apakah Saya dipanggil, apakah ada laporan, siapakah nama pengadu, kesalahan apa yang telah Saya lakukan, pasal mana dalam aturan partai yang Saya langgar, dan tata beracara apa yang dijadikan rujukan oleh BPDO. Hal tersebut Saya anggap penting sebagai bahan agar Saya dapat mempersiapkan diri dan memiliki informasi untuk membuat nota jawaban terkait permintaan keterangan.
5 Januari 2016
BPDO kembali melayangkan surat panggilan untuk hadir dalam permintaaan keterangan pada tanggal 11 januari 2016 dengan tanpa memberikan jawaban terkait beberapa permintaan Saya dalam surat yang telah Saya diajukan kepada BPDO. BPDO dalam suratnya membuat penegasan yang berbunyi “kehadiran Antum adalah kewajiban dari surat ini”.
9 Januari 2016
Wasekjen PKS Saudara Mardani merilis di media massa bahwa Saya diminta mundur oleh kader. Di sinilah pertama kali situasi internal menjadi konsumsi publik. Awak media kemudian memburu Saya untuk dimintai keterangan terkait pernyataan Saudara Mardani. Selain awak media, Saya juga diburu tanya oleh kader dan simpatisan. Dalam hal ini Saya sempat heran, karena sebagaimana permintaan Ustadz Salim bahwa masalah pengunduran diri adalah permintaan pribadi di mana Saya diminta untuk merahasiakannya dan hanya menjadi konsumsi pribadi antara Saya dan Ustadz Salim.
10 Januari 2016
Saya kemudian merilis keterangan pers menjawab keresahan konstituen dan kader terkait pernyataan pengurus DPP. Dalam rilis tersebut Saya menyampaikan bahwa BPDO bukanlah lembaga yang berwenang melakukan evaluasi terhadap pejabat publik dari PKS, AD/ART tidak memberikan kewenangan tersebut kepada BPDO. Hal ini disampaikan untuk membantah pernyataan Pengurus DPP lain yaitu Saudara Muzammil pada tanggal 21 Desember 2015 dan juga Presiden Partai Saudara Sohibul Iman yang juga menyampaikan keterangan ke media massa tentang evaluasi BPDO kepada seluruh pejabat partai termasuk Saya. Sementara terkait pernyataan Saudara Mardani Saya menyampaikan bahwa selama 20 tahun menjadi bagian dari jamaah dan 15 tahun menjadi pengurus partai serta 12 tahun menjadi Anggota DPR dari PKS, Saya merasa tidak pernah melakukan kesalahan. Dalam berbagai kunjungan ke daerah Saya tidak pernah mendengar ada satupun kader yang meminta Saya untuk mundur. Terkait pernyataan pengurus DPP yang telah membuat masalah internal menjadi konsumsi publik, maka Saya telah melaporkan ke BPDO Saudara Mardani dan Saudara Muzammil pada tanggal 11 Januari 2015. Laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti karena sampai hari ini Saya tidak pernah dipanggil sebagai pelapor untuk memberikan keterangan.
11 januari 2016
Saya menghadiri pemeriksaan BPDO untuk pertama kali. Dalam pemeriksaan tersebut Saya diajukan sebuah berkas berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) dalam bentuk pertanyaan tertulis, yang isinya antara lain pertama, tuduhan bahwa Saya melawan keputusan partai terkait revisi UU KPK, Saya dianggap memberikan pernyataan di media yang berbeda dengan keputusan Partai. Kedua, Saya dituduh mempermainkan pemimpin Partai karena sebelumnya menyatakan diri bersedia mundur namun kemudian menolak. Ketiga, Saya dituduh melakukan pembangkangan dan makar secara masif, sistematis dan terstruktur karena menolak mengundurkan diri dengan memobilisasi dan membuat gerakan yang melibatkan kekuatan internal kader dan eksternal untuk melawan pimpinan Partai. Selain pernyataan tertulis, Saya juga diajukan pertanyaan verbal terkait pertemuan dengan ustadz Salim, Saya merasa telah menjawab seluruh pertanyaan verbal tersebut, namun tak ada satupun pertanyaan terkait butir pertanyaan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan. Jawaban jawaban singkat Saya dalam 28 butir BAPK tersebut justru menjadi masalah baru yang memberatkan Saya berikutnya dalam dakwaan yang diajukan oleh BPDO di hadapan sidang Majlis Qodho. Berbagai pertanyaan dijadikan sebagai pembenaran bahwa Saya telah melakukan makar. Hal yang lainnya terkait jawaban tertulis tersebut, Saya disebut tidak serius menjawab pertanyaan dari BPDO. Saya memang menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut secara singkat karena diminta dijawab secaratertulis pula seperti anak anak yang sedang menempuh Ujian Nasional, hal hal yang terkait pertemuan Saya dengan Ustadz Salim Saya jawab dengan kata rahasia karena Saya masih memegang komitmentb bahwa pembicraan kami adalah pembicaraan pribadi yang dirahasiakan.
Berdasarkan sequen waktu tersebut maka terlihat jelas beberapa kejanggalan:
Bahwa panggilan pertama BPDO adalah tertanggal 30 desember 2015. Artinya panggilan tersebut seharusnya terkait dengan sikap dan tindakan Saya yang terjadi sebelum tanggal 30 Desember 2015. Namun ternyata pertanyaan tertulis dalam Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) ternyata melebar dan memasukkan kejadian pada tanggal setelah tanggal 30. Tuduhan dalam BAPK yang menyebut Saya makar dengan masif, sistematis dan terstruktur melawan pimpinan dengan memobilisasi internal dan non internal adalah terkait press rilis Saya tanggal 10 Januari 2016 yang menjawab keterangan Saudara Mardani di media massa. Tindakan inilah yang kemudian dalam persidangan Majlis Qodho menjadi dakwaan pelanggaran berat dan Saya dituntut dengan sanksi pemecatan sebagai kader Partai.
Seharusnya jika panggilan BPDO adalah tanggal 30 Desember 2015, maka yang masuk dalam delik pemeriksaan hanya terkait dengan tuduhan melawan keputusan partai dengan memberikan pernyataan yang bertentangan dengan keputusan partai terkait isu revisi UU KPK, serta mempermainkan pimpinan karena sebelumnya menyatakan diri bersedia mundur lalu belakangan menolak. Dua hal tersebut masih rasional jika dijadikan delik karena terjadi pada tanggal sebelum pemanggilan. Dan Saya pun memiliki jawaban jika hal tersebut dipertanyakan. Tugas evaluasi atas keputusan partai bagi pejabat publik di DPR seharusnya dilakukan melalui fraksi, namun dalam berbagai rapat Fraksi yang rutin Saya hadiri, tidak pernah ada evaluasi terkait bahwa pernyataan Saya dalam isu revisi UU KPK melawan keputusan Partai. seharusnya Keputusan Partai jika Saya disebut melawannya maka ada bentuk putusan tertulis. Namun tidak pernah ada putusan tertulis dalam bentuk apapun terkait sikap Partai tentang revisi UU KPK. Selanjutnya terkait tuduhan mempermainkan pimpinan, hal tersebut merupakan asumsi karena tidak sedikitpun Saya berniat mempermainkan pimpinan. Pada pertemuan awal Saya menyampaikan masalah jabatan adalah amanah, karena Saya melihat ada keraguan di diri Ustadz Salim ketika menyampaikan keinginan pribadinya agar Saya mundur. Tinggal masalahnya jika mekanisme yang ditempuh adalah pengunduran diri, maka Saya belum menemukan ketenangan untuk mengambil cara tersebut, karena hal itu merupakan otoritas pribadi yang diberikan UU dan harus dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada banyak pihak. Padahal wewenang Partai juga diberikan oleh UU yaitu dengan cara bersurat kepada pimpinan DPR untuk mengganti anggotanya dari jajaran pimpinan. Hal tersebut diatur jelas dalam UU MD3 pasal 87 ayat 2 huruf (d), namun wewenang partai harus dilakukan dengan dasar hukum yang kuat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Harus ada pelanggaran hukum yang dilakukan baru pimpinan DPR RI yang merupakan sebagai jabatan publik dapat direcall oleh partai.
PERSIDANGAN MAJLIS QODHO
13 Januari 2016
BPDO kembali bersurat memanggil Saya untuk mengahdiri sidang Majlis Qodho pada tanggal 19 Januari 2016. Surat tersebut Saya balas dengan meminta penjadwalan ulang karena Saya sedang menghadiri sidang parlemen negara Islam di Bagdad Irak untuk membahas kemerdekaan Palestina. Dalam surat tersebut saya kembali meminta kepada BPDO agar diberikan delik aduan dan pasal pelanggaran yang dilakukan serta tata beracara yang dijadikan rujukan sebagai bahan untuk membuat nota pembelaan.
20 Januari 2016
Saya kembali mendapatkan surat panggilan dari BPDO untuk mengadiri sidang Majlis Qodho pada tanggal 28 Januari 2016. Dalam surat tersebut, BPDO kembali tidak menjawab permintaan tertulis Saya untuk mendapatkan hak hak Saya sebagai teradu dalam membuat nota pembelaan. Surat surat yang Saya ajukan sedari awal tidak pernah ada yang mendapat respon. Padahal isi surat surat Saya adalah tentang pentingnya hak hak Saya sebagai teradu terpenuhi agar legitimasi sebuah persidangan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Bagaimana Saya bisa menghadiri sebuah pengadilan di mana Saya tidak memiliki pengetahuan tentang sistem peradilan yang sedang digelar, Saya tidak memiliki informasi tentang hukum formil dan materil yang dituduhkan dan dijalankan sebagai dasar menggelar proses peradilan. Persidangan Majlis Qodho digelar tanpa pemberitahuan tentang apa hasil pemeriksaan dalam panggilan permintaan keterangan oleh BPDO sebelumnya.
28 Januari 2016
Sidang Majlis Qodho digelar dengan agenda pembacaan dakwaan dan ancaman sanksi oleh BPDO di hadapan hakim Majlis Qodho. Dalam persidangan tersebut BPDO berperan sebagai jaksa penuntut yang membacakan dakwaan, sementara hakim Majlis yang akan memutuskan perkara ditunjuk sendiri oleh BPDO sebagai penunutut. Susah untuk dapat dinalar sebuah peradilan akan berjalan secara objektif jika jaksa yng menentkan hakim. Dalam persidangan tersebut, BPDO menyampaikan dakwaannya antara lain pertama, KARAKTER DAN KULTUR SAYA DINILAI KASAR DAN TIDAK SESUAI DENGAN JATI DIRI PARTAI DAKWAH SEHINGGA MERUGIKAN PARTAI. kedua, pernyataan di media tentang revisi UU KPK bertentangan dengan keputusan Partai. Ketiga, Mempermainkan Pemimpin Partai. Keempat, menyerang siapa saja yang dirasa merugikan teradu, (dalam hal ini laporan Saya ke BPDO terkait Saudara Muzammil dan Saudara Mardani yang pertama kali memberikan pernyataan ke publik, justru menjadi delik dakwaan baru bagi Saya). Kelima, Menolak permintaan mundur dari ketua Majlis Syuro. Keenam, melakukan gerakan masif dan terstruktur melawan pemimpin partai dengan melibatkan kekuatan kader dan non kader. Atas dakwaan tersebut Saya dinyatakan telah melakukan pelanggaran berat sesuai Pedoman Partai Tentang Pemberian Penghargaan dan sanksi tahun 2015 dan dituntut dengan ancaman sanksi diberhentikan dari keanggotaan dalam segala jenjang (dipecat). Pedoman Partai sebagai hukum formil dan materil Partai yang dijadikan dasar untuk menjerat Saya tersebut adalah pedoman Post Factum yang baru dibuat setelah rangkaian proses berjalan, dan Saya tidak pernah diberikan meski telah bersurat berkali kali meminta hal tersebut.
Maka dalam menjawab tuduhan tersebut, Saya menyampaikan kepada hakim Majlis Qodho bahwa Saya telah dua kali bersurat kepada BPDO meminta delik aduan dan tata beracara yang digunakan. Saya juga sebelumnya telah mengirimkan pedoman partai yang Saya ketahui tentang pemberian penghargaan dan sanksi serta tata cara penegakan disiplin organisasi yang disahkan pada tahun 2011 untuk mengkonfirmasi apakah pedoman lama tersebut yang dijadikan dasar formil dan materil oleh BPDO untuk menggelar persidangan. Sehingga di hadapan hakim Majlis Qodho Saya menyampaikan bagaimana bisa Saya membuat pembelaan dalam sebuah pengadilan sementara Saya dalam keadaan tidak memiliki informasi sebelumnya terkait aduan apa yang dituduhkan pada Saya, pasal apa yang Saya langgar, peraturan mana yang menjadi rujukan hukum materil dan formil atas digelarnya sebuah pemeriksaan dan persidangan. Namun pertanyaan Saya tidak mendapat respon.
Terkait sidang Majlis Qodho ini ditemukan banyak sekali kejanggalan diantaranya, bahwa ternyata Partai telah memiliki pedoman baru tentang Pemberian Penghargaan dan Sanksi serta Tata Cara Penegakan disiplin organisasi yang disahkan oleh Majlis Pertimbangan Partai (MPP) pada tanggal 16 desember 2015. Tanggal pengesahan peraturan bartu tersebut bertepatan dengan tanggal pertemuan terakhir Ustadz Salim dengan Saya. Setelah mendapatkan dan membaca aturan baru tersebut dari pihak lain (bukan dari BPDO karena sampai hari ini permintaan tertulis atas aturan tersebut tidak pernah diberikan dan disosialisasikan), dapat dipersepsikan bahwa aturan tersebut murni dibuat dalam rangka menjerat Saya. Hal tersebut dikuatkan dengan beberapa penambahan pasal baru dari pedoman sebelumnya yang sangat sulit dicari rujukannnya dalam AD/ART di antaranya:
Dalam pedoman baru disebut Ketua Majlis Syuro dan Presiden Partai memiliki diskresi untuk menugaskan BPDO melakukan pemeriksaan terhadap seorang anggota, dalam hal BPDO mendapat penugasan dari Ketua Majlis Syuro dan Presiden Partai maka proses pemeriksaan perkara dilakukan tanpa mengikuti prosedur formil sebagaimana laporan pengaduan dan tanpa aduan.
Terdapat penambahan pasal baru bahwa BPDO dapat menjadikan bukti peristiwa yang terjadi sebelum pemeriksaan dan sesudah pemeriksaan, hal inilah yang menjadi dasar kenapa peristiwa setelah pemanggilan BPDO tanggal 30 desember justru menjadi delik dakwaan yang kemudian menjerat Saya telah melakukan pelanggaran bera dengan ancaman pemecatan. Padahal pernyataan Saya di media adalah respon dari pernyataan struktur DPP sebelumnya.
Dalam pedoman baru, pengadu, penuntut dan hakim bisa berasal dari orang yang sama atau satu bagian dalam unsur struktur DPP, padahal asas pengadilan sesuai pasal 32 UU No 2 Tahun 2011 tentang Parpol, bahwa Hakim atau Mahkamah parpol haruslah berasal dari pihak yang berbeda dari unsur DPP, sehingga keputusan yang diambil tidak menguntungkan salah satu pihak.
Dalam pedoman baru, disebutkan BPDO dalam perkara yang diduga terjadi pelanggaran berat maka membentuk Hakim Majlis Qodho untuk mengadili teradu, lalu BPDO sendiri akan berperan sebagai jaksa penuntut dalam sidang Majlis Qodho. Bagaimana bisa sebuah peng-adilan akan dapat melakukan tugasnya jika hakim ditunjuk oleh Jaksa/Penunut.
Laporan Saya kepada BPDO terkait pernyataan Saudara Muzammil dan Saudara Mardani yang membuat masalah internal partai menjadi konsumsi publik tidak diproses namun justru menjadi delik dakwaan baru bagi Saya yaitu dituduh menyerang siapapun yang merugikan dirinya (Saya).
Tuduhan merugikan partai atas karakter dan kultur yang berbeda dengan jati diri Partai Dakwah cukup menyentak hati. Dalam waktu lebih kurang 20 tahun setelah Saya bergabung menjadi bagian dari Jamaah/Partai, baru kali ini terdengar bahwa Partai ini tidak toleran dengan perbedaan kultur dan identitas. Dalam tarbiyah, kami diajarkan tentang bagaimana Rasulullah justru menghimpun kekuatan dari berbagai perbedaan kultur baik individu maupun suku dan kafilah yang begitu beragam. Kalau sikap keras dijadikan sebagai tuduhan merugikan Partai, maka sesungguhnya sikap keras Saya yang dikenal publik bukanlah sebuah aksi pribadi. Sikap keras Saya dalam beberapa isu merupakan perintah Partai dalam rangka menyelamatkan kepentingan Partai. Hal tersebut dapat dikonfirmasi kepada Ketua Majlis Syuro sebelumnya yaitu Ustadz Hilmi Aminuddin, ada beberapa perintah langsung dari beliau agar Saya bersikap keras dalam merespon beberapa isu. Sikap keras yang sesungguhnya tidak baik bagi kepentingan pribadi Saya namun diambil sebagai sebuah komitmen atas sebuah perintah partai.
Tuduhan melawan pemimpin partai dengan melakukan makar dan gerakan yang masif serta memobilisasi kader dan non kader adalah tuduhan yang mengada ada, pres rilis Saya dalam menjawab pernyataan struktur DPP dapat dibaca kembali untuk menunjukkan bahwa rilis tersebut murni untuk menjawab pertanyaan kader dan konstituen akibat adanya pernyataan Saudara Mardani.
Selama ini partai mengenal istilah sanksi dengan penyebutan ta’dib (mendidik) bukanlah i’qob, sehingga dakwaan pemecatan dari kader partai adalah dakwaan penuh nafsu dan sangat jauh dari nilai nilai kepartaian yang mengedepankan maslahah dalam menyelesaikan masalah.
Sehari setelahnya persidangan Majlis Qodho, Saya melayangkan surat kepada BPDO agar Saya diberikan petikan tertulis dakwaan BPDO untuk Saya dalami.
PANGGILAN MAJLIS TAHKIM
18 Februari 2016
Majlis Tahkim mengirimkan surat Panggilan kepada Saya untuk hadir dalam persidangan tanggal 22 Februari 2016 saat Saya sedang berada di Azerbaijan dalam kunjungan Muhibbah Parlemen. Panggilan Majlis Tahkim tersebut begitu janggal karena pertama: dakwaan yang dibacakan oleh BPDO yang telah Saya minta petikan tertulisnya belum diberikan. Kedua, apa yang menjadi keputusan Majlis Qodho tidak pernah Saya ketahui. Setelah sidang pembacaan dakwaan oleh BPDO di hadapan Majlis Qodho, Saya tidak pernah dipanggil untuk menghadiri sidang pembacaan putusan dan atau diberikan petikan putusan Hakim. Padahal dalam sistem PKS, Majlis Tahkim adalah pengadilan tertinggi yang hanya melakukan sidang jika terdapat putusan sanksi berat yang dari Majlis Qodho dan atau tempat melakukan banding oleh teradu pasca persidangan majlis Qodho. Namun yang terjadi, Saya tidak pernah mengetahui kapan persidangan embacaan putusan Majlis Qodho dilakukan dan apa hasil putusan sidang. Saya justru langsung mendapatkan panggilan sidang ke Majlis tahkim. Terkait surat panggilan tersebut, Saya kembali melayangkan surat agar dilakukan penjadwalan ulang sembari meminta kembali apa yang menjadi hak hak Saya sebagai teradu yang akan diadili dalam sebuah persidangan. (ini adalah surat Saya yang ke -7)
23 Februari 2016
Tanpa menjawab permintaan tertulis Saya, Majlis Tahkim kembali melayangkan Surat Panggilan ke dua kepada Saya untuk menghadiri persidangan tangal 25 Februari 2016. Surat tersebut kembali Saya balas sembari mengingatkan agar Majlis Tahkim dapat menghormati kemerdekaan seseorang dalam mendapatkan informasi terkait masalah apa yang ditimpakan, dengan mengutip pasal pasal dalam konstitusi tentang HAM untuk mengingatkan bahwa Saya dan juga Majlis Tahkim berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Hal tersebut penting agar hasil persidangan memiliki legitimasi yang kuat secara hukum. Saya menyampaikan dalam surat, jika panggilan panggilan Majlis Tahkim hanya untuk mempercepat prasyarat tiga kali pemanggilan, maka Saya menyatakan tidak akan hadir karena saya tidak menemukan Majlis Tahkim sebagai tempat yang tepat untuk mendapatkan keadilan. (ini adalah surat Saya yang ke -8)
8 Maret 2016
Kembali tanpa menjawab surat tertulis Saya, Majlis Tahkim kembali melayangkan surat panggilan ke tiga kepada Saya untuk menghadiri sidang pada tanggal 11 Maret 2016. Menanggapi panggilan ke tiga tersebut Saya melayangkan surat balasan sebagai penegasan bahwa Saya tidak akan menghadiri persidangan tanpa dipenuhinya terlebih dahulu apa yang menjadi hak hak Saya sebagai teradu. (ini adalah surat Saya yang ke -9, dan tidak pernah ada jawaban atau perhatian sama sekali).
11 Maret 2016
Keputusan Majlis Tahkim tentang pemecatan Saya dibuat.
15 Maret 2016
seorang pimpinan Fraksi di DPR RI memberitahukan Saya bahwa dia melihat surat pemecatan Saya di tangan seorang pengusaha.
2 April 2016
Mulai beredar petikan putusan Majlis Tahkim tentang pemecatan Saya secara masif di media massa.
4 April 2016
Saya baru mendapatkan kiriman putusan Majlis Tahkim melalui Sdr. Abdullah seorang Office Boy di Kantor DPP PKS pukul 19.45.
OPERASI MEDIA DAN SOSIALISASI STRUKTUR
Terkait tuduhan makar yang kemudian menjadi dasar dakwaan pemecatan dari keanggotaan partai, dapat dipersepsikan sebagai sebuah tindakan yang sitematis dan terstruktur. Bahwa hingga pertemuan terakhir dengan ustadz Salim pada tanggal 16 Desember 2015, Saya tidak sedikitpun membuka dan membicarakan lepada siapapun perihal permintaan pengunduran diri. Hal tersebut merupakan prinsip bagi Saya untuk memegang permintaan ustadz Salim yang menyebut bahwa perbincangan tersebut merupakan konsumsi pribadi antara Saya dan Ustadz. Namun pihak struktur DPP lalu membicarakan hal tersebut di media massa dengan menyebut bahwa Saya diminta mundur oleh kader. Hal inilah yang membuat Saya diburu awak media dan juga diserang pernyataan bertubu tubi dari pihak kader dan konstituen yang merasa tidak pernah berfikir meminta Saya mundur. Dalam kondisi diburu tanya karena sudah dilemparkan ke publik oleh pihak struktur DPP inilah yang membuat Saya kemudian membuat pernyataan di media massa untuk pertama kali tanggal 10 januari 2015. Pernyataan ini kemudian menjadi sebab munculnya dakwaan pelanggaran berat dan ancaman pemecatan dari Partai.
Lalu tanggal 29 januari 2016 tepatnya tesehari setelah Saya menghadiri sidang Majlis Qodho dengan dakwaan pemecatan dari BPDO tanggal 28 Januari 2016, kembali muncul di media massa tentang isu bahwa Saya sudah dipecat dari PKS. Hal tersebut sama sekali tidak terlontar dan bersumber dari keterangan Saya, karena Saya memegang hal tersebut sebagai proses yang masih berjalan.
Tanggal 4 Februari 2016, Presiden partai dalam rapat DPP kemudian mensosialisasikan dakwaan pemecatan tersebut kepada seluruh struktur DPP. Hal tersebut telah melanggar pedoman Partai Nomor 2 tahun 2015 Pasal 25 ayat (4) yang berbunyi: “Pimpinan dan anggota BPDO serta Majlis Qodho wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dan penanganan perkara”
RANGKAIAN UPAYA PERDAMAIAN
Untuk menunjukkan bahwa kasus ini sebetulnya hanya soal jabatan saya sebagai wakil ketua DPR RI, maka di sepanjang proses sejak sebelum ada pemeriksaan BPDO sampai selesai persidangan Majelis tahkim, saya terus dirayu untuk meletakkan jabatan. Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak DPP untuk menyelesaikan polemik dan mengakhiri proses persidangan yang sedang dilakukan. Di antaranya:
Sebelum persidangan BPDO digelar – DPP memberikan pengarahan kepada pihak Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah (DPTW) NTB untuk menyampaikan kepada Saya agar Saya segera mengundurkan diri dari jabatan pimpinan DPR. Jauh sebelum digelarnya sidang pertama BPDO, Saya bertemu dengan jajaran DPTW NTB yang menyampaikan pesan Presiden Partai kepada Saya. Dalam pertemuan tersebut, Saya kemudian menjelaskan duduk persoalan sedari awal. DPTW NTB memberitahukan kepada Saya bahwa Presiden Partaimenyampaikan kepada mereka bahwa Saya akan diroses di BPDO yang ujungnya bahkan bisa dipecat jika tidak segera mengundurkan diri. Dan benarlah ucapan DPTW NTB karena setelahnya pemanggilan dan persidangan tanpa prosedur dan dasar hukum formil dan materil akhirnya dilakukan DPP PKS melalui BPDO yang targetnya dari awal memang dalam rangka pemecatan. Tindakan inilah yang membuat segala tuduhan yang dijadikan sebagai dasar pemanggilan semuanya sumir tanpa landasan tertulis serta tidak pernah ditunjukkan alat bukti. Cerita tentang record gaya Saya berbahasa dalam komunikasi politik menjadi pintu masuk, hal yang sebenarnya tidak memiliki landasan hukum baik dalam sistem hukum negara maupun internal Partai (ada notulensi).
Setelah Persidangan Majlis Qodho – Setelah persidangan majelis Qodho berlangsung, salah seorang saksi saya adalah ketua fraksi PKS Ust. Jazuli Juwaini. Kepadanya, ketua Majelis Qodho Abdi Sumaiti meminta agar beliau menyampaikan kepada saya agar mengalah. Karena toh, “….nanti akhirnya kan mereka juga yang menjadi pemimpin”. Maksudnya, saya disuruh mengalah (mundur dari wakil ketua DPR RI) maka nanti pemeriksaan di Majelis Qodho dapat dihentikan. Lalu ketua fraksi menyampaikan kepada saya di ruangan beliau lt. 3 FPKS DPR RI.
Sebelum Putusan Majlis Tahkim – Datang kepada Saya salah seorang pejabat DPP. Beliau menyebutkan diri datang sebagai pribadi dan bukan pejabat partai. Intinya beliau menyayangkan jika terjadi pemecatan dan itu tidak terbayangkan, sehingga beliau mengusulkan adanya komunikasi informal. Namun Saya menyampaikan secara panjang lebar ke beliau tentang berbagai fakta kejadian dan alasan tindakan Saya. Bahwa Saya sama sekali tidak lagi melihat pertimbangan jabatan. Saya hanya ingin berada di jalan yang benar berdasarkan keyakinan akan kebenaran yang Saya pegang.
Setelah Putusan majlis Tahkim – Setelah keputusan MT juga ada beberapa senior yang memiliki ikhtiar berkomunikasi ke pimpinan partai. tetapi tetap syaratnya, jika saya mengundurkan diri maka pemecatan tidak akan dilakukan. Saya juga diminta minta maaf karena telah tidak taat. Sekali lagi saya jawab bahwa ini bukan soal jabatan tapi soal rasa kita tentang keadilan.
Pembocoran dan Negosiasi – Seperti sudah saya sampaikan, sekitar 2 pekan sebelum surat keputusan MT dan surat pemecatan kepada saya, ada pengusaha yang datang kepada beberapa kolega dekat saya di DPR dengan membawa surat keputusan MT yang sudah ditanda-tangani oleh ketua MT. Hidayat Nurwahid. Tentu menjadi sangat aneh karena pemecatan saya bocor duluan ke tangan orang yang tidak berkepentingan (bukan kader tapi pernah di bawa oleh seorang kader ke dalam partai). Maksud kedatangan yang bersangkutan adalah untuk meminta kolega saya untuk bicara kepada saya agar mau negosiasi. Intinya saya tidak akan dipecat jika saya selanjutnya mau ikut keputusan partai.
Kawan dan kolega saya yang sakah satunya memberikan jaminan (tanpa persetujuan saya) bahwa saya akan bisa diajak bicara. Maka, yang bersangkutan yang mengaku “bisa bicara kepada pimpinan partai, khusunya ketua majelis syuro” meminta saya untuk diam kalau ada perubahan komposisi di fraksi. Kawan saya (sekali lagi tanpa persetujuan saya), menyatakan “beres”.
Tetapi, karena surat itu ternyata bocor dan memaksa pimpinan partai mengantar surat pemecatan saya malam-malam hari minggu 3 April 2016 (via ob dan kurir partai), kawan saya mengontak yang bersangkutan mengapa ini terjadi. Sang pengusaha mengatakan bahwa ini terjadi karena saya gak mau mengontak pejabat partai yang ditunjuk. Memang, sekitar 2 hari sebelum kebocoran dokumen tgl 1 April 2016, kolega saya mengirim pesan pengusaha agar saya mengontak seorang pejabat partai tapi saya gak mau. Karena memang saya gak ada cerita nego dari awal. Ini bukan soal jabatan, ini soal kebenaran. (PKS sampai sekarang tidak melakukan apapun atas kebocoran itu, sehingga dapat diduga operasi ini adalah operasi untuk menekan partai mengeluarkan pemecatan, perlu dicatat bahwa surat MT diteken 11 Maret 2016 tetapi baru di antar kepada saya setelah 22 hari).
Dari serangkain kejanggalan yang terjadi sejak panggilan awal oleh ketua MS dapat disimpulkan beberapa hal:
Bahwa Saya hingga hari mendapatkan putusan pemecatan dari Majlis Tahkim, tidak pernah diberikan hak hak saya sebagai teradu, tentang siapa pelapor, apa delik laporan, apa aturan formil dan materil yang digunakan untuk menggelar persidangan dan apa saja alat alat bukti yang dijadikan dasar. Semua permintaan Saya hingga akhir tak ada yang mendapatkan balasan. Kehadiran Saya dalam pemeriksaan di BPDO dan Majlis Qodho hanya menjadi sekedar prasyarat digelarnya persidangan MT yang anggotanya terdiri dari semua yang berkepentingan memecat saya termasuk ketua BPDO, Majelis Qodho dan Presiden Partai sebagai pelapor. Saya sendiri berdiri sebagai seseorang yang buta dan tidak memiliki informasi tentang masalah yang ditimpakan pada diri saya. Bagaimana sebuah persidangan dapat menghasilkan kemaslahatan demi keadilan jika teradu berdiri sebagai seorang yang buta informasi tentang sistem hukum yang digelar.
Setelah berbagai surat permintaan tentang pedoman hukum materil dan formil yang digunakan oleh PKS, belakangan Saya mengetahui dari koleganya bahwa ternyata telah disahkan sebuah pedoman baru PKS nomor 1 dan 2 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Organisasi dan Pedoman Pemberian Penghargaan dan Sanksi yang disahkan tanggal 16 desember, hari di mana Saya terakhir berjumpa dengan Ustadz Salim yang mengatakan bahwa akan memperoses Saya. Tanpa melalui jalur resmi yang seharusnya, Saya berusaha mempelajari pedoman baru yang telah mengalami perubahan drastis dari pedoman yang ada sebelumnya. Delik delik baru tercipta seakan pedoman tersebut khusus dibuat untuk menjerat Saya.
Setelah mendapatkan putusan tertulis Majlis Tahkim, Saya kembali menemukan ternyata pedoman partai nomor 1 dan 2 tahun 2016 telah kembali dirubah dengan dasar Pedoman Nomor 3 dan 4 tahun 2016 sebagai revisi kembali atas pedoman sebelumnya, yang hingga detik ini Saya belum pernah membaca apa isinya. Dan dengan pedoman terbaru tersebutlah pemecatan atas Saya dilakukan.
Dalam putusan tersebut Saya juga menemukan fakta tentang sistem peradilan yang digelar di mana pengadu, jaksa penuntut dan juga hakim tidak hanya berpotensi ditempati oleh orang yang sama tetapi faktanya memang merupakan orang yang sama. Di sinilah pelanggaran berat bahwa sistem hukum yang dibangun di dalam kepemimpinan PKS yang sekarang melanggar kaidah umum sistem peradilan yang adil dan sehat. Padahal substansi dari revisi UU parpol adalah dalam rangka memastikan sistem organisasi sebuah partai harus berjalan demokratis berdasarkan konstitusi yang menghargai hak hak individu.
Demikian penjelasan dan kronologi tentang apa sebenarnya yang terjadi. Semoga hal ini menjadi terang di hadapan publik dan juga Kader Partai di seluruh Indonesia. Saya berharap kronologi ini dapat menjadi pencerahan bagi masyarakat luas seraya meminta maaf kepada kader di seluruh indonesia atas hiruk pikuk yang terjadi. Yakinlah bahwa dinamika ini akan menjad baik bagi Partai kita jika di hati kita semua tetap mempertahankan cinta sebagai dasar. Namun jika emosi dan nafsu serta kepentingan pribadi yang dominan, maka kita semua hanya sedang membakar diri menjadi arang.
Akhirnya Saya akhiri dengan sebuah firman dal Surat Hud Ayat 88
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.
Jakarta, Senin 11 April 2016
Fahri Hamzah
0 komentar:
Post a Comment