Hati-hati Kuas Bulu Babi
Buat pembaca yang dalam kegiatan sehari-hari sering memanfaatkan kuas, mulai sekarang sebaiknya berhati-hati. Pasalnya, saat ini ditengarai beredar kuas yang diduga bulunya dari bulu babi. Saya menemukan berita ini di Jawa Pos, 22 Januari 2014 di kolom Jawa Timur halaman 13 dalam dua tulisan: MUI Haramkan Kuas Bulu Babi dan Kalau Dibakar Bau Sangit.
Tulisan tadi menyebutkan bahwa ciri kuas bulu babi adalah gagangnya bertuliskan Bristle, Pure Bristle atau 100% China Bristle. Mulanya saya kurang tanggap dengan berita ini. Namun pagi itu (22/01) ketika hendak berangkat kerja, saya kaget bukan kepalang. Istri dan anak-anak pun demikian. Ternyata kuas yang saya pakai selama ini mempunyai ciri sama! Gagangnya bertulisan 633 Eterna … (tulisan china) CHINA BRISTLES. Foto kuas di koran tadi sama dengan foto kuas saya! Tanpa membuang waktu, saya langsung memotret kuas saya dan mengamankannya.
Ciri berikutnya, ketika dibakar, kuas bulu babi berbau sangit. Saya sendiri belum mencobanya. Namun, sesuai pengamatan saya, bulu-bulu pada kuas bulu babi berukuran lebih besar dan kaku. Plus gampang rontok (jawa: brodol). Sekali lagi, ini berdasarkan pengalaman pribadi.
Masih menurut tulisan tadi, makna China Bristle sendiri sama dengan makna Hog Bristle yang artinya babi peliharaan. Longman Dictionary of Contemprary English mendefinisikan hog is a large pig that is kept for its meat. Saya juga menemukan dua website yang menginformasikan hal ini. Website (http://www.paintbrushcorp.com/natural-bristle-brushes.html) menyebutkan China bristle dibuat dari hog yang dipelihara di China. Juga, website (http://painting.about.com/od/artsupplies/a/BrushHairs.htm) mengatakan bahwa hog/bristle terbuat dari bulu punggung babi. Sengaja saya browsing karena saya sempat berdebat panjang dengan seorang kawan.
Saya pribadi sebenarnya salut jika sebuah kuas menyertakan label Bristle, Pure Bristle atau 100% China Bristle. Sebab dengan begitu kita dapat menghindarinya. Demikian pula produk-produk lain yang menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama Islam. Seharusnya produk seperti ini menyertakan label dan komposisi bahan yang digunakan. Sayangnya masyarakat, termasuk saya, jarang memahaminya.
Tapi menurut saya, justru yang lebih merisaukan adalah ketika kuas yang benar-benar terbuat dari bulu babi ternyata tidak mencantumkan label tadi. Ini harus ditindak tegas oleh pemerintah. Bukankah ini bagian dari upaya melindungi konsumen dan rakyat? Pasalnya, lanjut berita di atas, kuas yang diduga dari bulu babi tersebut tidak hanya dipakai mengecat tetapi juga mengolesi bumbu ke ikan, sebagai terjadi di kawasan pantai Tuban. Saya sendiri mendapati beberapa penjual terang bulan menggunakan kuas untuk mengoleskan mentega ke permukaan terang bulan. Sebagai penutup, masih merujuk berita tadi, sejauh ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) masih sebatas menghimbau masyarakat untuk mewaspadai dan lebih berhati-hati.(fifkaindi/kompasiana)
0 komentar:
Post a Comment