Anshar Bait Al-Muqaddas, Mengabdi Pada Intelejen
By: Nandang BUrhanudin
****
Jika capres Salafy Syaikh Hazem Ismail menolak kudeta dan rela dipenjara. Maka lain halnya dengan Syaikh Burhami dan anggota Salafy di partai An-Nur. Mereka malah menjadi penopang kudeta utama dari kalangan Islamis.
Jika Jamaah Islamiyah Mesir yang memiliki 11.000 anggota mematuhi pendekatan Ikhwanul Muslimin untuk menahan diri mengangkat senjata. Maka lain halnya dengan Jamaah Anshar Bait Al-Muqaddas. Jamaah ini malah melakukan aksi-aksi yang sangat merugikan Koalisi Nasional Pro Konstitusional yang dimotori Ikhwanul Muslimin.
Setelah tanya kesana kemari dan meneliti beberapa sumber, ternyata tokoh-tokoh Salafy yang anti-kudeta memilih bersebrangan dengan Syaikh Burhami dan Hizb An-Nour. Mereka malah bertanya, siapa Burhami, Nadir Bakkar? Orang-orang yang tidak pernah dikenal sebelumnya, namun tiba-tiba menjadi personal yang ditokohkan.
Sama seperti Jamaah Anshar Bait Al-Muqaddas, gerakan yang entah kapan munculnya. Namun aktif melakukan pengeboman di sana-sini. Sayangnya pengeboman dilakukan "mengikuti" kepentingan politik penguasa kudeta. Seperti fatwa-fatwa Salafy An-Nur yang sedikit banyak menjadi kepanjangan lidah para agresor. Contoh; serangan kepada tentara Mesir di Sinai. Akhirnya penduduk Sinai dan Refah Mesir diserang habis-habisan oleh militer. Padahal semua tahu, penduduk Sinai dan wilayah Sha'id adalah wilayah 85 % pro Mursi. Juga peledakan rumah Mendagri, dilakukan saat rumah kosong. Namun akhirnya pemerintah kudeta memberlakukan darurat militer dan jam malam selama 2 bulan. Pengeboman Mapolres Mansoura, ternyata dilakukan untuk memperburuk citra Ikhwanul Muslimin yang komitmen dengan perlawanan damai.
Kemarin Jumat, 24/1/14, JABM mengeluarkan pernyataan yang mengultimatum pendukung pro Mursi dan pro Konstitusional, agar tidak turun memperingati revolusi 25 Januari yang ke-3. Di sisi lain, semua alat pemerintah kudeta termasuk para menteri dan presiden peralihan, menyerukan rakyat untuk mendatangi lapangan Tahrir, karena akan diisi dengan hiburan joget, tari, goyang, dalam rangka 25 Januari, yang dipelesetkan menjadi hari kemenangan Polisi.
Maka fakta dan realita di atas semakin memperkuat keyakinan, bahwa Salafy An-Nur, Hizbut Tahrir (Syi'ah dan Komunis), juga Jamaah Anshar Bait Al-Muqaddas adalah sekelompok intel yang disusupkan ke dalam organisasi gerakan Islam, yang cenderung mudah mengkafirkan, memurtadkan, dan satu lagi anti Ikhwanul Muslimin.
Kasus Mesir ini harus menjadi pelajaran gerakan-gerakan Islam di Indonesia terutama yang bergerak di ranah politik dan persaingan kekuasaan. Intelejen Indonesia tidak mungkin menuduh anggota NU, MUhammadiyah, Persis, Al-Washilah, atau PUI sebagai teroris. Namun sangat mudah menyusupkan intelnya ke gerakan Islam yang mudah mengkafirkan, membid'ahkan, menuduh orang lain sesat atau ahli neraka. Lalu mengapa HT bisa diterima TNI dan Polisi? Karena intelejen tahu, siapa dalemannya mereka. Wallahu A'lam.
0 komentar:
Post a Comment