Penarikan Film Jokowi dan Runtuhnya Ideologi Pencitraan


FILM layar lebar yang mengisahkan perjalanan Joko Widodo dari seorang gubernur menjadi Presiden Republik Indonesia, “Jokowi Adalah Kita” ditarik dari peredaran.

Film yang sudah tayang sejak Kamis (20/11) kemarin mendadak hilang dari layar bioskop. KK Dheeraj selaku produser film mengaku langkah ini dilakukan karena situasi yang kondusif akibat kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM.

Atas saran pendukung Jokowi, Barisan Relawan Jokowi Presiden (BARA JP), KK Dheeraj, mengambil keputusan untuk menunda penayangan layar lebar hingga suasana mulai kondusif. Ya sampai suasana kondusif. Entah sampai kapan.

Realitas ini sebenarnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah bahwa masyarakat sekarang sudah cerdas dan kritis. Mereka tidak lagi mampu dibeli dengan pencitraan.

Judul Jokowi adalah Kita diambil dari tagline kampanye pasangan Jokowi dan JK saat kampanye. Tim sukses pasangan tersebut ingin menggiring opini masyarakat bahwa Jokowi didukung semua lapisan masyarakat.

Namun tagline itu ternyata tidak berlaku saat Jokowi menjadi Presiden. Klaim presiden peduli wong cilik justru runtuh seketika saat Jokowi ngotot menaikkan harga BBM.

Dalih Jokowi jika kebijakan ini dilakukan untuk menyejahterakan rakyat kecil justru jauh panggang dari api. Karena pihak pertama yang merasakan dampak kebijakan ini adalah rakyat kecil. Mereka lah yang pertama kali teriak ketika Jokowi melambungkan harga premium.

Sang Produser tampaknya tak sadar, Jokowi bukan lagi berada di masa kampanye dimana sebagian orang bisa dibeli dengan khayalan. Padahal rakyat itu nyata. Mereka adalah manusia yang bisa berpikir dan meraba kezaliman. Mereka tetap punya hati yang tidak bisa dikelabui dengan ilusi-ilusi bombastis tentang kesejahteraan.]

Kini menurut survei LSI, pamor Jokowi di mata masyarakat telah menurun drastis. Belum 100 hari kepemimpinannya kepuasaan terhadap pemerintahan Jokowi sudah berada di bawah 50 persen.

Sementara publik yang tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi pun cukup besar yaitu sebesar 43.82 persen dan sebesar 11.24 persen publik menyatakan tidak tahu/tidak jawab.

Bahkan kalangan ‘wong cilik’ yang merupakan konstituen utama untuk Jokowi-JK sebanyak 48,52 persen mengaku tidak puas dengan kinerja Jokowi pasca kenaikan harga BBM.

Kenyataan ini, kata LSI, mengindikasikan bahwa Jokowi mulai ditinggalkan pendukungnya sendiri pasca kenaikan harga BBM.

Maka hentikan mendesak masyarakat dengan fantasi-fantasi imajiner. Ketimbang menonton ke bioskop, rakyat kecil lebih menghemat uang untuk membeli kebutuhan pokok, yang harganya melejit setelah Jokowi menaikkan harga BBM.

Dengan melihat realitas ini, kita patut bertanya kepada sang produser, “Jokowi adalah Kita? Kita yang mana?” [rn/Islampos] DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment