Susi dan Tuhan Sembilan Senti


Siapa media darling saat ini? Kalau kita amati trending topic di jagat twitter, maka nama Susi Pudjiastuti yang jadi juaranya. Perempuan ‘anti-mainstream’ ini memang menyodok ke permukaan. Gayanya yang nyentrik, profilnya sebagai pemilik maskapai perintis sukses membetot atensi masyarakat republik ini.

Pergosipan seputar Susi semakin gurih dan renyah, manakala kita saksikan aksi klebas-klebus yang ia pertontonkan di hadapan para jurnalis. Tentu saja, ini pemandangan yang amat langka. Seorang menteri, ulil amri, dengan innosennya menyemburkan asap rokok di ruang publik.

She’s one in a million. Mungkin baru kali ini, ada satu
menteri yang dengan begitu pedenya merokok tanpa tedeng aling-aling.

Lagi-lagi, muncul polarisasi respon publik. Ada pihak yang merasa terwakili dengan gaya Susi. Susi ini gue banget! Apa salahnya dengan merokok? Bukankah merokok itu hak asasi individu? Nggak masalah Susi merokok, bertato, rumah tangga berantakan. Yang penting dia tidak korupsi kan?

Sementara, di pihak lain, tidak sedikit yang menyayangkan sikap Susi yang terkesan eksentrik dan semau gue. Apa jadinya anak-anak kita kalau disodori profil menteri seperti Susi? Sia-sia dong, upaya Departemen Kesehatan yang terus mengampanyekan gerakan anti rokok. Toh, ada kok perempuan perokok yang jadi menteri?

Lebih parah lagi, muncul beberapa meme di media sosial, yang
menyandingkan gambar Susi vs Ratu Atut. Pesan yang ingin disampaikan adalah: jangan mudah tertipu bungkus luar. Toh, Ratu Atut berjilbab, cantik, tidak merokok, tidak bertato, tidak bercerai, tapi tetap korupsi.

Sementara para fans Susi meyakini bahwa idolanya adalah
pejuang tangguh dan tidak akan terjerumus dalam lembah korupsi

***

Saya jadi teringat dengan puisi satir yang digubah oleh Taufiq Ismail.

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Anda tahu bagaimana “bengis”-nya industri rokok? Berapa miliar dana yang mereka gelontorkan demi “meracuni” anak bangsa ini? Dan mengapa pemerintah (dalam hal ini kabinet SBY) terkesan ogah-ogahan untuk meratifikasi FCTC (Frame Work Convention on Tobacco Control)?

Padahal, FCTC ini adalah strategi jitu untuk melindungi anak-anak dan generasi remaja dari bahaya rokok. Rokok tidak hanya membahayakan kesehatan anak, tetapi juga meningkatkan prevalensi perokok anak. Data Global
Youth Tobacco Survey (GYTS) 2010 menyebutkan perokok usia di bawah lima tahun (balita) ditemukan hampir di seluruh Indonesia. (tempo.co Juni 2014)

Okelah, iklan rokok sudah diatur sedemikian rupa sehingga hanya nongol di televisi di atas jam 9 malam. Beberapa kampus dan sekolah juga menerapkan kebijakan kawasan bebas rokok.

Yang patut diacungi jempol, beberapa produsen event anak muda–PT DBL Indonesia, misalnya—berkomitmen kuat untuk menolak semua brand rokok sebagai sponsorship event. Sungguh, kita salut akan “perlawanan” yang
dilakukan beberapa pihak terhadap rokok. Tapi, sepertinya, semua gerakan lawan rokok itu, akan menjadi benang basah yang sulit ditegakkan, manakala kita dihadapkan pada role model bernama ibu menteri.

Wahai Ibu Susi. Mohon bantu kami. Ketika para ibu tengah melarang anak-anak mereka merokok, lalu mendapatkan sanggahan retoris, “Lah, bu menterinya aja ngerokok? Berarti rokok itu cool kan? Kenapa kita malah dilarang merokok?”

Lantas, apa jurus pamungkas yang harus kami
sampaikan? Kami respek dengan segala prestasi, kehebatan, dan daya juang Ibu Susi. Meski demikian, dengan segala hormat, kami mohon agar Ibu tidak menjadikan rokok sebagai “tuhan Sembilan senti” yang bukan
mustahil juga akan menjelma jadi “berhala-berhala kecil” bagi
anak-anak muda di Negara ini.

Kalaupun Ibu memang ingin merokok, mohon cari ruangan yang lebih privat. Seorang Ignasius Jonan barangkali bisa Anda jadikan benchmark.

Beliau juga perokok berat. Ketika hasrat merokok itu muncul, Pak Jonan—waktu itu Direktur Utama PT KAI—memilih untuk klebas-klebus sebentar di smoking room sebuah stasiun. Ia bersikeras menjadikan seluruh moda kereta api bebas asap rokok. Yang penting ada itikad dan semangat kuat untuk tidak memberikan teladan kurang elok bagi masyarakat luas.

Sebagai penutup tulisan ini, izinkan saya berbagi satu pertanyaan.
Mungkinkah profil Ibu Susi yang nyeleneh ini sengaja di-blow up,
supaya atensi seluruh masyarakat teralihkan dari kasus 8 menteri yang menyandang raport merah dari KPK? Tanya kenapa. (http://bukanbocahbiasa.wordpress.com/2014/10/29/yayy-opini-tentang-susi-dan-tuhan-sembilan-senti-dimuat-di-jawa-pos/) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About MUSLIMINA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment