KSAD: Pakai Kaus Palu Arit Ikut Tren? Ke Cina Saja!
Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Mulyono memerintahkan prajuritnya melucuti kaus bergambar palu arit dari tubuh pemakainya. Sebab, gambaran grafis itu memberi asosiasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dilarang di Indonesia.
“Saya menginstruksikan apabila aparat menemui ada yang mengenakan kaus palu arit maupun lambang sejenis PKI, agar dicopot dan dimintai tidak boleh menggunakannya lagi, sebab larangan itu diatur dalam undang-undang,” katanya, di Ternate, Rabu (1/6).
Mulyono mengatakan, ada yang memakai kaus lambang palu arit dipanggil dan ditanya, “Kenapa pakai kaus ini?” Dan dijawab, “Iningetren.” Dia katakan, kalau mau ikut tren, ke Cina saja, karena PKI itu dilarang di Indonesia.
Penegasan itu disampaikannya kepada seluruh prajurit TNI yang hadir dalam kunjunganya di Ternate, terkait penahanan empat pemuda yang kaus bergambar palu arit.
“Tidak ada lambang terlarang (boleh) hidup di Indonesia. Ini negara Pancasila. Itu (palu arit) jelas adalah lambang partai terlarang. Ada UU dan Tap MPR jelas, yakni partai terlarang dilarang hidup di Indonesia,” kata mantan panglima Kostrad itu.
Mulyono mengatakan, apabila ada yang mengenakan lambang palu arit dan sejenisnya lalu masih membantah, akan langsung digiring ke aparat kepolisian setempat.
“Diingatkan, kalau tidak mau lepas, segera melaporkan ke polisi karena ini melanggar UU. Yang melanggar hukum segera dilaporkan kepada polisi agar diproses hukum. Kalian boleh menangkap sementara, setelah itu kasih ke polisi. Kalau dia kasihkan copot kausnya, selesai. Jangan dipakai lagi,” kata Mulyono.
Sementara, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut ancaman neoliberalisme pada Pancasila bisa melebihi ancaman komunisme melalui bangkitnya Partai Komunis Indonesia.
“Saya ingatkan, kebangkitan PKI bukan hanya dilihat di permukaan, tapi di bawah permukaan. PKI berbahaya, tapi yang lebih berbahaya neoliberalisme,” kata Gatot selepas simposium nasional bertajuk “Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain”, di Balai Kartini, Kamis (3/6).
Sumber : REPUBLIKA
0 komentar:
Post a Comment