Mungkin ada banyak teori konspirasi di seputar dunia Islam. Anda mungkin tidak perlu bersusah payah untuk meyakinkan seorang percaya bahwa iluminati, Fremanson atau organisasi bayangan berada di belakang semua kesusahan kita.
Namun, melihat kudeta berdarah militer yang baru saja digagalkan oleh pemerintah Turki dan rakyatnya, terlampau banyak hal yang terjadi namun sulit untuk dipercayai.
Berikut ini beberapa hal yang benar terjadi, namun sulit untuk dipercayai.
Apakah merupakan kebetulan jika kudeta itu telah “diprediksi” sebelumnya?
Para pengamat Turki telah bercerita tentang (kemungkinan) kudeta beberapa bulan sebelumnya. Bahkan satu artikel berfantasi bahwa Erdogan dan keluarganya akan digantung. Mungkin prediksi mereka tampak seperti hipotesis, namun beberapa orang telah bertindak lebih jauh, dari spekulasi menuju mendorong kudeta.
2. Kepala Anti Terorisme Turki dieksekusi dalam pertemuan yang dirancang sebelumnya.
Menteri Dalam Negeri Turki diundang untuk pertemuan penting pada Jumat malam, yang ternyata merupakan penyergapan diawal kudeta. Karena sibuk, dia tidak bisa datang. Namun, salah satu kepala anti terorisme datang dalam “pertemuan’ itu dan kemudian ditemukan dalam keadaan terikat tangannya, dan ditembak di tengkuknya.
Jadi ini bukan kudeta sekelompok para tentara pemula seperti yang banyak dipercayai. Banyak pejabat senior yang terbunuh dan hampir saja dibunuh, termasuk presiden sendiri.
3. Para Pelaku kudeta membuat daftar kaki tangan mereka yang akan mengambil alih Turki
Media mengatakan bahwa mereka curiga karena begitu banyak orang yang ditangkap dalam beberapa hari pasca kudeta. Bahkan Uni Eropa menuduh Turki telah menyiapkan daftar orang-orang yang akan ditangkap dengan menggunakan kudeta sebagai dalihnya.
Yang benar adalah bahwa para perancang kudeta telah mempersiapkan list orang-orang sipil yang akan memfasilitasi kudeta dan membantu mengendalikan institusi sipil pasca kudeta. Otoritas Turki dapat memperoleh list tersebut setelah masuk ke jaringan komunikasi mereka. Namun, mayoritas media menggambarkan penahanan tersebut tanpa dasar dan sewenang-wenang.
Pada jam-jam awal kudeta, tampak jelas polisi tidak begitu saja menyerah dan menolak menyerahkan kendali jalanan Istanbul dan Ankara kepada tentara. Polisi melawan para tentara yang menaiki tank di lapangan Taksim dan seluruh negeri.
Akibatnya, para pelaku kudeta memerintahkan jet F16 mengembom markas polisi dan menembakinya dengan senapan mesin sehingga mengakibatkan puluhan polisi tewas. Dan dapat dilihat jika mereka membalas serangan itu dengan senjata seadanya.. Mereka tampak tidak membiarkan negerinya dibajak tanpa perlawanan.
5. Assad dan pasukannya merayakan kudeta sebelum berakhir
Ketika berita tentang percobaan kudeta beredar, perayaan suka cita terjadi di basis-basis Assad di Suriah. Padahal yang benar, satu-satunya pemimpin dunia yang konsisten menentang pembantaian massal penduduk Suriah oleh tiran Assad adalah Erdogan.
Pada saat yang sama, pengungsi Suriah ketakutan atas nasib mereka karena jika kudeta sukses maka mereka akan dipaksa kembali ke ajang pembantaian di Suriah. Titik ini tidak dapat dijelaskan secara lebih terang; apakah anda bersama Erdogan atau dengan Assad.
6. Para pemimpin dunia tidak mendukung pemerintah Turki kecuali setelah tahu kudeta berhasil ditumpas.
Mereka mengklaim mendukung pemerintah Turki yang dipilih rakyat, namun klaim tersebut tidak terbukti dari awal. Coba diperhatikan bagaimana para pemimpin dunia menghindarkan menggunakan kata kunci “mendukung pemerintah yang demokratis”, kecuali setelah tahu kudeta gagal.
Dalam jam-jam krusial ketika kedua belah pihak mencoba bertarung untuk legitimasi, “anda bersama pemerintah atau kudeta?”. Jika anda memilih untuk tidak menggunakan kata-kata “pemerintah yang dipilih secara demokratis” dan lebih memilih “mengawasi situasi” atau “berharap keadaan pulih”, maka hal itu dapat dibaca di awal dimana posisi anda, tidak peduli seberapa gigih anda membantahnya yang sebaliknya setelah itu.
7. Erdogan lolos dari pembunuhan.
Mereka yang mendukung kudeta mungkin tidak begitu menyadari betapa dekatnya mereka dapat membalikkan keadaan. Ketika pasukan komando yang dikirim untuk menangkap atau membunuh Erdogan berpikir mereka mendarat di tempat yang tepat dimana Erdogan menginap, namun salah. Kesalahan mereka ini yang kemudian memungkinkan Erdogan dievakuasi sebelum mereka berhasil menangkapnya.
Ketika pesawat presiden Gulfstream kembali ke Istanbul, pilotnya sengaja merubah kode transporder sehingga semua radar yang ada mengira bahwa jet tersebut adalah pesawat komersial Turki. Meskipun ada upaya untuk membunuh presiden Erdogan yang dipilih langsung rakyat, tetap saja media menggambarkannya sebagai diktator dan tiran.
7. Ada upaya sistematik oleh “media” untuk menyebarkan informasi sesat.
Skenarionya, berita“Presiden meninggalkan Turki dan mencari suaka politik”, maka kudeta akan berjalan mulus. Namun yang dilakukan Erdogan justru sebaliknya, dia mengambil resiko kembali ke Istanbul untuk menghadapi kudeta, hanya saja, cerita berbeda disampaikan media.
Banyak media yang dibriefing untuk melakukan penyesatan informasi bahwa Erdogan terbang ke Italia, Jerman dan bahkan Inggris untuk mencari suaka. Tidak hanya itu, mereka mengatakan bahwa permintaan suaka tersebut ditolak oleh negara-negara tadi. Penyebaran berita yang menyesatkan tadi dapat dilihat sebagai bentuk perpindahan dari semata jurnalisme buruk kepada media propaganda pro kudeta.
8. Stratfor menginformasikan kordinat pesawat Erdogan kepada dunia.
Ketika Erdogan sedang dalam perjalanan udara ke ke Istanbul untuk menemui rakyat di bandara, Stratfor, website analis keamanan AS membeberkan kordinat pesawat Erdogan kepada dunia, termasuk kepada pelaku kudeta yang hampir saja menembak jatuh pesawatnya.
9. Lebih banyak yang tewas dalam percobaan kudeta di Turki ketimbang serangan di Orlando dan Nice keseluruhan -namun kali ini, korban dihina dan disalahkan (demonised).
Serangan mengerikan di Orlando dan Nice, para korban diingat, dihormati dan keluarga mereka mendapat akses di media untuk menyampaikan duka citanya. Namun, korban yang dibunuh pelaku kudeta (termasuk mereka yang dilindas tank, jurnalis yang ditembak mati tentara dan anak-anak yang turut aksi melawan kudeta) digambarkan sebagai “gerombolan yang mengamuk”, “domba” dan seterusnya.
Jelas, menyakitkan jika korban dilabeli seperti itu sebelum para jurnalis itu tahu sendiri bagaimana keadaan sebenarnya di lapangan. Tampaknya nyawa orang tertentu lebih penting dari lainnya. Lihat berita New York Times dibawah ini;
“Pendukung Erdogan seperti kambing, mereka akan mengikuti apa saja yang dia dikatakan”. Kemudian, di twit lainnya, aksi anti kudeta dianggap “balas dendam setelah kudeta”.
10. Bertahun-tahun, banyak media dan pemerintah asing menggambarkan Erdogan sebagai paranoid yang tidak berbelas kasihan kepada mereka “yang dianggap musuh“. Namun ketika Erdogan terus menerus disalahlah, mereka kini justru menuntut Erdogan supaya menahan diri, -Ini artinya dapat dibaca, mereka meminta Erdogan untuk membiarkan para pelaku yang mengorganisir dan memfasilitasi kudeta paada 15 Juli dapat menyusun kekuatan kembali untuk melakukan kudeta lagi.
11. Penerapan keadaan darurat digambarkan sebagai perampasan kekuasaan otoritarian.
Kudeta militer yang gagal telah menyebabkan ratusan warga sipil tewas dan ribuan lainnya terluka, parlemen dibom oleh kelompok yang telah mengilfitrasi seluruh lapisan masyarakat, namun ironisnya media Barat memprotes dan menganggap penerapan keadaan darurat sebagai kebijakan yang salah. Lalu kapan waktu yang tepat?
Namun ini bukan semata kejujuran atau kepraktisan. Ini adalah tentang propaganda media melawan pemerintah sehingga mereka melakukan apa saja untuk menghina dan menyalahkan Erdogan. Uniknya, mereka bersimpati atas penerapan keadaan darurat di Perancis, namun memusuhi cara sama yang dilakukan oleh Turki. (Padahal derajat jumlah korban dan pengaruhnya dalam kudeta di Turki jauh lebih berbahaya dan besar dampaknya ketimbang kasus di Perancis).
Telah menjadi hal yang jamak jika sebagian Muslim memuja pandangan liberalnya dengan menyerang Erdogan. Namun mereka sebenarnya sedang termakan propaganda media dan mengulang-ulangnya jika ada kesempatan. Mereka kemudian berkampanye melawan Erdogan dan menggambarkan setiap tindakannya sebagai aksi penguasa gila yang sedang mendapatkan kesempatan.
Tentu, pemerintah bukanlah tidak pernah salah. Ada banyak kesalahan seperti yang diakui Erdogan sendiri -beberapa diantaranya bahkan tergolong serius, namun yang lebih buruk adalah bagaimana media tidak memberitakan apa yang terjadi di Turki secara jujur dan tidak memihak. Jika kita saja sulit untuk memilah-milah antara fakta dengan propaganda, maka akan lebih sulit pula untuk memperoleh keadilan.
(PERMATAFM)
0 komentar:
Post a Comment