Lintah, hewan pertama yang disebut dalam AL-Qur’an
Jika kita terus mempelajari fakta-fakta yang diberitakan dalam Al Qur’an mengenai pembentukan manusia, sekali lagi kita akan menjumpai keajaiban ilmiah yang sungguh penting.
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai “zigot” dalam ilmu biologi ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Namun, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. (Moore, Keith L., E. Marshall Johnson, T. V. N. Persaud, Gerald C. Goeringer, Abdul-Majeed A. Zindani, and Mustafa A. Ahmed, 1992, Human Development as Described in the Qur’an and Sunnah, Makkah, Commission on Scientific Signs of the Qur’an and Sunnah, s. 36)
Di sini, pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata “‘alaq” dalam Al Qur’an:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq (segumpal darah). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.” (Al Qur’an, 96:1-3)
Arti kata “‘alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah. Supaya lebih yakin silahkan buka Google terjemah, lalu disetting translate dari Bahasa Indonesia ke Arab, kemudian ketiklah “lintah” maka kata yang keluar di Bahasa Arabnya adalah ’Alaqoh.
Kalau kita perhatikan memang ada persamaan antara melekatnya plasenta (ari-ari) di rahim seorang ibu dengan melekatnya mulut lintah yang sedang menyedot darah. Perlekatan yang terjadi pada keduanya begitu erat dan kokoh. Disitulah terjadi proses transfer oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah untuk kebaikan masing-masing pihak.
Bayi yang masih dalam kandungan tidak perlu repot-repot mengambil oksigen dengan paru-parunya dan mengambil nutrisi makanan dengan percernaannya, karena semua sudah disediakan dalam bentuk jadi oleh darah ibu lewat mekanisme “Al-Alaq” yaitu melewati plasenta dan masuk ke tubuh bayi di pembuluh darah tali pusar. Maka ketika bayi itu telah dilahirkan ke dunia tali pusar akan dipotong dan bayi harus bisa memenuhi kebutuhannya akan oksigen dan nutrisi secara mandiri lewat proses bernapas dan menyusu.
Sementara yang terjadi pada proses penyedotan darah oleh lintah hampir sama dengan itu. Lintah yang telah memasukkan gigi kitinnya dan menembus lapisan kulit yang berpembuluh darah akan menyuntikkan hirudin (zat aktif pengencer darah) yang terkandung dalam air liurnya. Setelah itu darah akan menjadi encer dan cenderung akan keluar melalui lubang yang dibuat oleh lintah tersebut. Disinilah terjadi proses yang sama, yaitu transfer darah dari orang yang digigit kepada lintah.
Dan setelah diteliti, ini merupakan simbiosis mutualisme dimana masing-masing pihak diuntungkan. Yang digigit akan mendapatkan manfaat yaitu darah kotornya akan terbuang dan akan tergantikan oleh darah baru, pembuluh darahnya akan melebar, gumpalan-gumpalan darah yang berpotensi menyumbat akan dipecah sehingga secara umum aliran darah akan menjadi lancar, badan menjadi segar, nyeri dan kaku otot akan mereda. Sedangkan lintah juga akan mendapatkan manfaat yaitu berupa makanan (darah) yang cukup untuk bertahan hidup dan berkembang biak selama 3-6 bulan ke depan.
Persamaan yang lain adalah saat plasenta terlepas dari rahim (setelah bayi dilahirkan) secara fisiologis akan terus mengeluarkan darah dan nanti akan berhenti dengan sendirinya setelah 5-6 minggu (darah nifas). Sedangkan pada gigitan lintah juga mengalami hal yang sama, tempat bekas gigitan lintah akan terus mengeluarkan darah dalam jangka waktu bervariasi mulai 8 jam sampai paling lama 3×24 jam sesuai dengan derajat keparahan penyakit (berdasarkan pengalaman yang ditemui pada pasien), dan ini merupakan suatu hal yang normal terjadi.
Dari paparan singkat di atas, tentunya bukanlah suatu kebetulan bahwa sebuah kata yang demikian tepat digunakan untuk zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah, Tuhan Semesta Alam.
Wallahu A’lam bis Showaab
0 komentar:
Post a Comment