Toleransi Ala Jahiliyah, Proses Deislamisasi Di Bulan Ramadhan



Pernahkah kita melihat spanduk yang berisi seruan untuk menghormati orang yang tidak merayakan Hari Raya Nyepi? Yang ada adalah semua harus ikut sunyi dan sepi. Bahkan bandara dan rumah sakit sekalipun.

Pernahkah kita melihat spanduk yang berisi seruan untuk menghormati orang yang tidak merayakan Hari Raya Natal? Yang ada adalah semua penjaga toko yang muslim dipaksa memakai topi santa. Bahkan aparat kepolisian pun latah memakainya. Rela melanggar Perkap tentang Seragam Dinas Polri.

Lalu kenapa tiba-tiba ada spanduk nyeleneh yang menyuruh kita untuk menghormati orang yang tidak berpuasa? Sejak kecil kita diajarkan : “hormatilah orang lain, jika engkau ingin dihormati.” Jika kini engkau tidak menghormati kami yang sedang beribadah, jangan paksa kami untuk menghormati anda.

Toleransi yang benar itu adalah hormatilah orang yang sedang beribadah. Bukan sebaliknya. Masak orang yang sedang beribadah disuruh menghormati orang yang mengingkari perintah ibadah?

Lagi pula tak patutlah mengajarkan kami tentang makna toleransi. Ajaran junjungan kami Rasulullah telah memberi tuntunan paripurna tentang toleransi. Ajarkan saja toleransi itu kepada mereka yang diundang makan ke istana setelah melempar dan membakar masjid di saat sholat Idul Fitri di Tolikara tahun kemarin.

Di Ramadlan ini kami dilatih akan hakikat kesabaran. Dalam Islam makna sabar itu bukanlah : “Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Sabar berasal dari kata “sabara-yasbiru” yang artinya menahan. Begitu juga dengan puasa (shaum) yang artinya imsak (menahan atau mencegah). Jadi berpuasa itu juga menahan atau mencegah diri dan orang lain dari kemaksiatan kepada Allah SWT. Bukan justru diam dan terbengong-bengong saat syariat dilecehkan.

Fakta sejarah mencatat bahwa peperangan untuk menghadapi orang-orang yang tidak mau tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya serta menindas sesama manusia, termasuk penjajahan di Indonesia, justru banyak terjadi saat Ramadhan.

Abu Bakar as-Shiddiq salah satu shahabat terdekat Rasulullah yang dijadikan rujukan keteladanan kaum muslimin tidak perlu merasa perlu menghormati mereka yang tidak mau membayar zakat. Beliau justru memerangi orang-orang itu.

Jangan sampai nanti bertebaran spanduk nyeleneh lainnya :
– yang tidak melacur, hormati pelacur.
– yang tidak berjudi, hormati penjudi.
– yang tidak mabok, hormati teman yang mabok.

Aparat penegak hukum seharusnya hadir ketika terjadi perbuatan yang meresahkan dan mengganggu kepentingan publik yang lebih luas. Bukan malah menjadi sponsor spanduk nyeleneh yang ngeyel untuk menghormati yang tidak berpuasa.

Bisakah kita mengatakan : “Untuk Kualitas Lalu-lintas Yang Super, Hormati Orang Yang Tidak Taat Rambu Lalu Lintas?” Mereka yang punya pikiran waras pasti paham, bahwa setiap pelanggaran harus ditindak, karena sifat hukum itu memang memaksa. Sebab ada kepentingan yang lebih luas yang harus dilindungi ketimbang kepentingan individu-individu. Bukan suka-rela.

Nah… dalam kaitan melindungi kepentingan publik yang lebih luas itulah seharusnya penindakan terhadap warung-warung makan yang buka di siang ramadlan dipahami, karena sebelumnya sudah ada himbauan dan peringatan terlebih dahulu sebelum penindakan itu dilakukan. Yang bandel, ya ditindak.

Lucu sekali melihat orang yamg mendadak peduli ketika ada seorang penjual nasi yang lapaknya diangkut petugas. Nanti pas ada razia pelacur, penjudi, dan penjual miras, rame-rame ngumpulin duit juga dong.

Mestinya ibu yang lapaknya ditindak itu dinasehatin : “Bu, rezeki ibu itu Allah yang kasih, umur ibu itu Allah yang kasih, kesehatan ibu itu Allah yang kasih. Gratis, tanpa bayar. Masak mindahin waktu berjualan ke sore hari saja keberatan.. Bu, ibu masih lebih beruntung karena rumah ibu tidak ikut dihancurin, dan ibu masih bisa berdagang lagi di sore atau malam hari. Artinya mata pencarian ibu masih bisa berlanjut. Bandingkan dengan saudara-saudara ibu di kampung Aquarium Luar Batang yang rumahnya hancur digusur oleh gubernurnya yang pongah. Dipindahkan jauh dari sumber mata pencaharian mereka. Jika dslam 3 bulan tidak sanggup bayar sewa tempat tinggal, mereka akan jadi gembel. Hilang tempat tinggal, hilang mata pencaharian.”

Oh iya, kemarin-kemarin kemana itu orang-orang yang mendadak peduli? Kok tidak kedengeran suaranya dan tidak juga punya inisiatif untuk saweran membatu ratusan orang di kampung Aquarium Luar Batang yang rumahnya dihancurin oleh gubernur yang suka ngomong liar, bicara kasar dan tak punya kepedulian pada rakyat kecil itu.

Selengkapnya : https://www.facebook.com/noordinkds/posts/1151815431537312 DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment