Kisah Asnidar, Anggota Tim Medis Asal Aceh yang Bertugas Menjaga Ulama di Aksi 212
Jakarta – Ba’da subuh, masih sekitar pukul 4.30 wib, Jumat (2/12), dengan menggunakan kendaraan roda dua, Asnidar bergerak menuju lokasi digelarnya Aksi Bela Islam III, di Monas Jakarta.
Ada perasaan gundah kala perempuan Aceh ini memacu motor dari kediamannya di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. “Seperti hendak berangkat ke Gaza atau Rohingya saja, ” katanya.
Perasaan itu menyelinap di sepanjang jalan menuju titik parkir halte Juanda, depan Istiqlal. Soalnya, ibu dua anak ini terbayang kembali kejadian yang menimpa para peserta Aksi Bela Islam II, Jumat (411) di depan istana, termasuk juga di alami oleh habib dan ulama.
“Saat itu korban berjatuhan akibat tembakan gas air mata,” kenang Asnidar, kelahiran 18 April 1982 di Banda Aceh.
Tapi, kegundahan itu ditepisnya. Ia kembali teringat kejadian yang dialaminya dan keluarga saat peristiwa tsunami di Aceh. Lalu, hatinya seperti berbisik “ketika kamu terselamat itu artinya ada sesuatu yang masih harus kamu lakukan untuk orang lain, dan inilah saatnya, bergeraklah, bismillah ”
Bisikan itu baginya panggilan hati nurani. Dan semua kegundahanpun berlalu. Setiba di parkir, Asnidar lalu menuju titik posko yang terletak di pintu timur Monas.
“Saya salah satu anggota dari 12 tim medis yang bersama tim medis lainnya bertugas menjaga para habib dan ulama,” kata Asnidar yang mengaku masih sangat lelah seusai pulang dari Aksi Bela Islam III.
Bersama anggota tim medis lainnya, Asnidar lalu mempersiapkan segala perlengkapan medis di Ambulance. “Semua harus lengkap, termasuk kami juga harus tahu riwayat kesehatan para habib dan ulama, ” tambah Asnidar.
Di tenda dekat VVIP, tim medis yang bertugas menjaga para habib dan ulama lalu stanby. “Saat itu, kami semua berdoa agar kejadian pada Aksi Bela Islam II, tidak terulang lagi, dan jika terulang, maka kami harus siap melakukan yang terbaik, ” katanya.
Asnidar berkisah, pada Aksi 411 banyak korban berjatuhan, termasuk para habib dan ulama akibat tembakan gas air mata, peluru karet dan benda tumpul. “Kami terus menerus bolak balik melakukan evakuasi korban ke Rumah Sakit Budikemulyaan lewat pintu belakang RRI, ” tambahnya.
Asnidar bersaksi pada aksi 411 ada korban yang kena peluru karet, gas air mata, dan benda tumpul. “Hanya Habib Rizieq dan Bachtiar Nasir yang selamat, ” katanya.
Asnidar sendiri mengaku juga terkena serbuk gas air mata saat menolong korban, serbuk yang menempel di baju korban terbang ke mukanya. “Pukul 1 malam kami baru bisa pulang, ” kenangnya.
Asnidar kini tinggal di Jakarta, dan dengan bekal D3 kebidanan ia berkerja di klinik keluarga milik kakak kandungnya. Asnidar bersyukur ia bisa pulang tanpa kejadian apa-apa, karena Aksi Bela Islam III berlangsung dengan super damai.
Asnidar mengaku bersyukur bisa ambil bagian dalam Aksi Bela Islam III. Soalnya, sehari sebelumnya, banyak rekan-rekannya mencoba menghalangi.
“Kata mereka ngapain capek-capek, mending di klinik aja, tapi As bilang kalo hidup cuma nonton di bioskop, ngopi di starbucks anak As, Nayra juga bisa, ini kan banyak tamu muslim yang dengan imannya datang ke Jakarta dari berbagai daerah, masak kita diam aja, ” katanya.
Asnidar mengaku jika tidak ada yang menggerakkan hati mereka selain Allah SWT. “Kami patungan untuk beli alat kesehatan dan obat-obatan pake duit sendiri,” pungkasnya. []
0 komentar:
Post a Comment