Sama-sama Hadapi Kelesuan Global, Turki Tumbuh 10%, Indonesia?
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan Bambang Soemantri Brodjonegoro belum lama ini merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Pertumbuhan yang semula ditarget pada kisaran 5,8-6,2% dipangkas menjadi 5,5-6%.
Sikap pesimis pemerintah ini didasarkan pada kondisi ekonomi dunia yang terus dilanda kelesuan.
Meskipun Bank Dunia dan IMF memperkirakan perekonomian dunia akan mengalami rebound dan bertumbuh 3,8% pada 2016, namun dunia masih dibayangi ketidakpastian yang semakin parah.
Bambang menjelaskan ketidakpastian ini datang bukan saja dari isu kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, tapi juga akibat kondisi utang Yunani yang terancam mengalami gagal bayar.
Jika asumsi pemerintah ini benar, mestinya seluruh dunia mengalami kelesuan seperti yang dialami Indonesia. Tetapi nyatanya tidak. Turki salah satunya. Sebagai negara yang berada di Benua Eropa, Turki mestinya menjadi negara yang terdampak langsung krisis Yunani. Tetapi terbukti Turki justru terus membukukan pertumbuhan fantastis hingga mencapai dua digit.
Lalu, apa perbedaan Indonesia dan Turki dalam pembangunan ekonominya? Berikut beberapa perbedaan menurut penulis :
Turki Memanfaatkan Kelesuan Eropa, Indonesia Menjadikan Kelesuan Global Sebagai Alasan
Saat Eropa dilanda krisis ekonomi, Turki memanfaatkan kondisi tersebut menguasai Eropa dan membanjiri Benua Biru itu dengan produk-produk Turki. Saat ini 1 dari 3 barang elektronik yang beredar di Eropa adalah produk Turki.
Pemerintah Indonesia justru menjadikan kelesuan ekonomi global sebagai alasan atas ketidakmampuan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi hanya tumbuh 4,7% pada kuartal pertama, pemerintah buru-buru faktor global sebagai penyebab.
Berkali-kali tim ekonomi Jokowi-JK menyebut rendahnya harga minyak mentah, krisis Yunani dan Ukraina serta isu kenaikan suku bunga acuan The Fed sebagai sebab tidak tercapainya target pertumbuhan. Pada saat yang sama pemerintah nyaris tidak melakukan upaya apapun untuk mengerek pertumbuhan.
Turki Menyiapkan Diri Membangun SDM, Indonesia Fokus Pada Program Pencitraan
Turki di bawah pemerintahan Erdogan benar-benar fokus menyiapkan SDM agar mampu bersaing dengan semua negara di dunia khususnya Eropa. Erdogan dalam 10 tahun pemerintahannya telah mendirikan 125 universitas baru, 189 sekolah baru, 510 rumah sakit baru dan 169.000 kelas baru yang modern, sehingga rasio siswa perkelas tidak lebih dari 21 orang.
Ketika krisis ekonomi menimpa Eropa dan Amerika, universitas-universitas Eropa dan Amerika menaikkan uang kuliah. Sedangkan Erdogan membebaskan seluruh biaya kuliah dan sekolah bagi rakyatnya dan menjadi tanggungan negara. negara sedang mengupayakan dengan sungguh-sungguh membiayai 300 ribu ilmuwan melakukan penelitian ilmiah untuk menuju tahun 2023.
Sebaliknya pemerintah Indonesia tidak menyiapkan apapun untuk bersaing secara global. Bahkan pada tingkat regional Asean pun Indonesia tidak siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Pemerintah hanya disibukkan dengan proyek-proyek pencitraan palsu seperti program Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesa Sejahtera dan sebagainya.
Disisi lain Indonesia tidak serius memperbaiki pendidikan. Kurikulum pendidikan masih tambal sulam dan tidak jelas akan diarahkan kemana. Dari bidang pendanaan meskipun pemerintah sudah menggratiskan sekolah untuk tingkat dasar (SD dan SMP) namun biaya pendidikan untuk tingkat menengah dan tinggi terus melambung tak terkendali.
Turki Fokus Pada Ekonomi Dalam Negeri, Indonesia Fokus Membesarkan Cina
Pemerintah Turki memacu pertumbuhan ekonomi dengan memberikan kesempatan kepada para pengusaha lokal untuk tumbuh dan berkembang. Perbankan Turki diminta untuk mengucurkan dana ratusan miliar lira kepada para pengusaha manufaktur dan bidang energi.
Para pengusaha tersebut kemudian menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Upaya ini sukses menekan jumlah pengangguran secara signifikan. Tercatat jumlah pencari kerja menurun dari 38% menjadi 2%.
Produk Domestik Nasional Turki di tahun 2013 mencapai 100M dolar Amerika, menyamai pendapatan gabungan 3 negara dengan ekonomi terkuat di Timur Tengah; Arab Saudi, Uni Emirat arab, Iran, dan ditambah dengan Yordan, Suriah dan Libanon.
Pemerintah Indonesia entah karena kehabisan akal atau memang sudah menghamba kepada Cina memberikan hampir seluruh proyek kepada pengusaha dari negeri tirai bambu, ataupun jika diberikan kepada pengusaha lokal tetap saja pengusaha itu adalah keturunan Cina.
Tercatat ada ribuan triliun rupiah pekerjaan infrastruktur yang diberikan kepada Cina.
Hebatnya lagi, para pengusaha Cina tersebut membawa sendiri para pekerjanya dari negeri mereka. Diprediksi akan ada 10 juta imigran Cina yang akan membanjiri Indonesia. Jangan heran jika dalam satu semester pemerintahan Jokowi-JK jumlah pengangguran justru meningkat.(SHARIA)
Penulis: Mas Azzam
0 komentar:
Post a Comment