Bahkan Penyanyi Jawa pun Kalau Baca Alquran Tak Pernah Gunakan Langgam Jawa
Acara peringatan Isra Mi’raj di Istana Negara pada Sabtu (16/5/2015) malam jadi pembicaraan hangat kaum muslimin.
Acara yang disiarkan langsung oleh TVRI dan juga dihadiri oleh perwakilan negara asing di Istana Negara itu memperlihatkan qari yang sedang membaca Alquran surat An-Najm ayat 1-15, namun anehnya lagu bacaan tersebut dibawakan dengan menggunakan Langgam Jawa.
Adanya hal tak biasa itu menimbulkan adanya pro-kontra pada masyarakat, sebagian kecil menganggap biasa bacaan Alquran tersebut. Sebagian lainnya menganggap itu adalah bentuk pelecehan.
Para tokoh banyak yang angkat bicara, mulai tokoh Ormas Islam, Menteri Agama, Hafidz Quran, Dosen Tafsir Alquran, Pakar Qiraat, hingga MUI.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen menegaskan bahwa membaca Al-Qur’an dengan menggunakan langgam Jawa, telah mempermalukan Indonesia di kancah internasional.
Menurut Tengku, membaca Al-Qur’an dengan langgam Jawa itu dirasakan banyak kesalahannya, baik dari segi tajwid, fashohah maupun lagunya.
“Pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan langgam Jawa itu adalah hal yang konyol,” tegasnya. Dalam Al-Qur’an, ujarnya, sudah dijelaskan kitab suci itu diturunkan dengan huruf dan bahasa Arab asli. Jadi membacanya juga mesti sesuai pada saat Al-Qur’an itu diturunkan ke bumi.
“Ibadah itu sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dalam lisan Arab asli. Nabi juga mengatakan Al-Qur’an untuk dialek Quraisy, jadi membacanya harus dengan cara bagaimana Al-Qur’an itu diturunkan,” papar Tengku seperti dikutip ROL, Ahad (17/5/2015).
Selain itu, Tengku menambahkan, lagu untuk pembacaan Al-Qur’an sendiri sudah disepakati para Qurra’ yang ada di dunia. “Lagunya yang sudah disepakati para Qurra’ tingkat dunia adalah lagu standar yang selama ini ada yakni husaini, bayati, hijaz, shoba, nahawand, ras, sikkah, jaharkah atau Ajami,” tuturnya.
Dia juga menilai akan lahir keanehan jika Al-Qur’an dibaca dengan menggunakan langgam tertentu seperti lagu Cina, Batak, seriosa, Indian, Jawa, Sunda, dan lainnya. “Hal itu tentu akan merusak keindahan Al-Quran sendiri. Bayangkanlah jika lagu Jawa dinyanyikan pakai cara seriosa, maka penciptanya akan protes dan keindahannya hilang,” ujar Tengku.
Penjelasan Ulama Terdahulu
Bacaan Alquran yang dilantunkan oleh qari pada acara peringatan Isra Mi’raj di Istana Negara adalah mengikuti gaya macapat, atau tembang Macapat Mijil yaitu salah satu jenis irama lagu pada masyarakat Jawa. Ini sama halnya dengan irama-irama seperti dangdut, rock, jazz, dan lain-lain. Hanya gaya macapat ini terikat dengan kedaerahan.
Ulama Ternama Al Imam Ibnu Qayim Al Jauziyah, dalam kitabnya Zadul Ma’ad, telah memberi penjelasan terlarangnya membaca Alquran dengan mengikuti irama lagu dan nyanyian yang sengaja dipaksakan.
“Semua orang yang mengetahui keadaan ulama terrdahulu, dia akan sangat yakin bahwa mereka berlepas diri dari cara baca Alquran dengan mengikuti irama musik yang dipaksa-paksakan. Menyesuaikan dengan cengkok, genre, dan tempo nada lagu. Mereka sangat takut kepada Allah untuk membaca al-Quran dengan gaya semacam ini atau membolehkannya,” kata Ibnul Qayim dalam kitabnya, seperti dilansir Konsultasisyariah.com.
Untuk diketahui, saat ini langgam Jawa atau gaya macapat ini sudah jarang digunakan kecuali pada beberapa acara-acara tertentu saja seperti pernikahan. Para penyanyi Jawa yang biasa melantunkan gaya Macapat tersebut, ketika membaca Alquran maka menggunakan irama biasa dengan mengikuti tajwid dan kaidah bacaan, tak menggunakan langgam Jawa.
Red: Budi Marta Saudin/gemaislam
0 komentar:
Post a Comment