MASYAIKH MESIR MENELITI ULANG BACAAN LANGGAM JAWA, HASILNYA: BACAAN INI TIDAK BOLEH DAN TIDAK SAH!
CAIRO – Seorang ulama Al-Azhar kenamaan, Syaikh Taha Hibisyi, Anggota pentashih Alquran Mesir dan pengajar senior di Al-Azhar, berhasil diwawancarai ulang untuk dimintai tanggapan kembali mengenai video pembacaan Alquran langgam Jawa yang menjadi kontroversi sampai saat ini di kalangan umat islam tanah air. Dan beliau mengatakan, pembacaan Alquran dengan langgam ini tidak boleh dan tidak sah.
Sebelumnya beliau bersama dua syaikh lainnya: Syaikh Jamal Faruq Al-Daqqaq dan Syaikh Ahmad Hajin, pernah diwawancarai di masjid Al-Azhar berinisial AFS, seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Al-Azhar. Kedua syaikh yang terlebih dahulu diwawancarai tersebut setelah disodorkan rekaman video dan mendengarkannya memberikan tanggapan bahwa bacaan dengan langgam ini (jawa) diperbolehkan dengan catatan tetap menjaga hukum tajwid.
Namun video tersebut belum sempat didengarkan oleh Syaikh Taha Hibisyi karena ponsel sang penanya sedang lemah baterai. Beliau tetap memberikan tanggapan bahwa selama tetap memerhatikan tempat keluar huruf (makhraj) dan kaidah tajdwid itu diperbolehkan. ( baca hasil wawancara: http://on.fb.me/1HcdoUj )
Dua mahasiswa Al-Azhar asal Jakarta, Mahdi Ahmad Alkaff dan Hamid Alhamid, yang juga sedang menempuh pendidikan di Al-Azhar berhasil mewancarai beliau yang ditemani asistennya, Syaikh Muhammad, di kediamannya, Bulaq, Cairo pada hari Jumat (22/05/2015) Ini guna mendapatkan tanggapan pasti mengenai rekaman video pembacaan Alquran langgam Jawa dengan memberitahukan bagaimana langgam ini yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
Admin BloggerMesir.Org, Senin (26/05/2015), diundang ke tempat kediaman dua mahasiswa ini di Madinatul Buuts, Cairo, guna mendapatkan hasil wawancara empat hari yang lalu untuk dibagikan ke khalayak luas. Berikut ini hasil wawancara antara Mahdi Ahmad Alkaff dan Hamid Alhamid (Hbb) dengan Syaikh Taha Hibisyi (Syaikh) bersama asistennya.
Sebelum dapat berjumpa dengan Syaikh di kediamannya, Bulaq, Cairo, dua mahasiswa ini harus membuat janji temu dengan beliau sebab beliau memiliki kesibukan padat. Kebetulan sekali beliau menjadi imam dan khatib shalat jum’at di asrama dua mahasiswa ini tinggal. Asistenya, Syaikh Muhammad, memberikan janji temu di malam harinya pada hari yang sama bakda isya, Jumat (22/05/2015)
Sesampai di rumah Syaikh pada malam hari, dua mahasiswa ini disambut dengan sangat ramah oleh beliau dan asistennya. Mereka duduk dan dipersilahkan untuk mengajukan pertanyaan.
Inilah penjelasan panjang lebar dari penuturan Mahdi Ahmad Alkaff :
“Mula-mula _ secara garis besar, saya menjelaskan terlebih dahulu kepada Syaikh bagaimana gerakan liberal di Indonesia terjadi pada saat ini. Sebagaimana upaya salah satu program liberal adalah ‘Dearabisasi’. Memahamkan masyarakat dan menjalankan pikiran bahwa islam ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan arab.
Lalu saya melanjutkan dengan menyodorkan rekaman video bacaan Alquran langgam Jawa tersebut kepada Syaikh. Video ini berdurasi hanya 1 menit saya ambil potongan dari Youtube.com. Saya berikan rekaman tersebut kepada Syaikh untuk didengarkan. Setelah mendengar, Syaikh merasa syak, ragu di hatinya dengan bacaan ini. Beliau minta untuk diulang kedua kalinya. Beliau mendengarkan dengan khusuk. (Perlu diketahui, Syaikh Taha adalah seorang yang diberikan Allah ketajaman hati dan pendengaran, karean Allah telah lama angkat penglihatannya)
Syaikh: Coba ulang lagi… (rekamannya)
Saya pun mengulang rekaman ini. Akhirnya beliau menemui banyak kesalahan.
Syaikh: Disini salah nih… Ini juga salah… Ini salah lagi…
Kesalahan yang dipaparkan Syaikh banyak. Yang saya ingat minimal ada 2 tempat. Pertama, di bagian basmalah “Bismilahirrahmanirrahim بسم الله الرØمن الرØيم ” Bagian akhir basmalah ( arrahim, الرØيم ) dibaca terlalu panjang sekali, berlebihan tidak sesuai mad (panjang lebar) yang ditentukan hukum tajwid. Kedua, di bagian ayat pertama dari surat An-Najm “Wannajmi والنجم ” ghunnah (dengung) yang dibaca juga tidak sesuai dengan gunnah hukum tajwid.
Setelah memberitahu letak bagian-bagian kesalahan itu, beliau langsung menyuruh kami mematikan rekaman dan menanyakan kepada kami sebuah pertanyaan.
Syaikh: Bacaan ini naghom atau thoba’ ?
Saya bilang kepada beliau kalau saya belum faham apa maksud dari naghom atau thoba’.
Syaikh: Bacaan ini sebuah naghom atau lahjah ? (Naghom adalah lagu/irama, maksudnya suatu yang dibuat. Sedangkan thoba’/lahjah adalah sesuatu yang natural, thobi’i, bukan dibuat-buat seperti lahjah/dialek yang bukan dibuat-buat)
Saya baru faham maksud dan saya katakan kepada beliau.
Hbb: Ini bukan thoba’ ya Syaikh… bukan lahjah… Kalau ini dibilang lahjah (sesuatu yang natural) kan sesuatu yang gak bisa dirubah… Tapi ini bisa dirubah-rubah, Syaikh… Ini naghom, Syaikh… Mad yang dipanjangkan menyesuaikan irama… Ikhfa dipanjangkan… gunnah dipanjangkan… Ya Syaikh, naghom ini aslinya untuk pertunjukan wayang, seni, dan musik. (alfann wal musiqi)
Setelah mengetahui jawaban saya, kalau ini adalah naghom yang dibuat-buat menyesuaikan irama.
Hbb: Haaza yajuuz, ya Syaikh? (Bacaan ini boleh tidak, ya Syaikh?)
Syaikh: Bacaain ini laa yajuuz wa laa yashihh! (Bacaan ini tidak boleh dan tidak sah!)
Lanjutnya…
Syaikh: Tapi ada baiknya, kamu tanyakan kembali kepada Syaikh Abdul Hakim Abdul Latief, karena beliau adalah Syaikh qiraat di Mesir. Setelah kamu tanyakan kepadanya, nanti kamu balik lagi ke saya untuk saya berikan hukum dari segi fiqih.
Kemudian, saya tanyakan kembali kepada Syaikh mengenai tanggapannya dahulu yang membolehkan bacaan Alquran dengan langgam ini.
Syaikh: Saya waktu itu memang betul, bilang boleh. Saya tidak tahu kalau naghom itu digunakan untuk seni. ( Untuk seni, pewayangan, beliau mengistilahkannya, Aalatul lahw wal malaa’ib. ) Wa in ubih lam yatabayyan ! ( Meskipun saya telah membolehkan, tapi saya belum dijelaskan bagaimananya ! )
Kemudian dijelaskan lagi oleh asistennya, Syaikh Muhammad, “waktu ditanya itu kita tidak dilihati videonya, kita pun tidak didengari bagaimana bacaan langgam tersebut, dan tidak dikasih tahu dasarnya bagaimana langgam ini, apa dia telah menjadi qiraat yang biasa dibaca di Indonesia atau tidak? Dia bilang ke saya, jika qiroat ini sudah mu’tabar! (sudah diakui)
Dia juga mengatakan, “Hazaa li musiqi wa li lahwi wa malaa’ib!. Astagfirullaaah! Haraaam! ” ( Ini buat musik dan sesuatu yang melalaikan dan mainan? Astagfirullah! Haram hukumnya! )
Syaikh Taha Hibisyi membolehkan pada waktu itu menganggap ini cara orang Indonesia membaca Alquran seperti ini dan tidak bisa dengan cara yang lain. Beliau menggangap suatu yang thobi’i, suatu yang bukan dibikin-bikin. Beliau juga memberitahukan, kalau dulu di Mesir ada seperti ini, ada sekelompok orang yang melantunkan Alquran dengan irama dan Al-Azhar menindak tegasnya.
Syaikh pun memberikan hukum ini bukan karena meninjau faktor program kaum liberal yang dearabisasi, tapi murni karena melihat kesalahan dalam bacaan sang qari Alquran”, papar panjang lebar Mahdi Ahmad Alkaff (Admin)
sumber: http://bloggermesir.org
Kok berani ya AlQur an di Jadilakan mainan..
ReplyDeleteCoba aja setiap acara2 apapun, nyanyikan lagu Nasional Indonesia Raya menggunakan langgam jawa atau nyinden..liat reaksi pemerintah!
ReplyDelete