Film ’2014’ Menjelek-Jelekkan Sultan Turki


Saya jarang menonton film bareng istri. Hari Ahad lalu (1/3), karena terpengaruh iklan harian Republika berulang-ulang, saya menggandeng istri menonton film besutan sutradara Hanung Bramantyo (dan Rahabi Mandra). Film itu berjudul ‘2014’. Menarik bagi saya film 2014 itu, karena itu film politik dan diiklannya ditulis kalimat: Siapa Di Atas Presiden?

Ketika melihat film itu saya kaget. Biasanya Mahaka Pictures/Republika bila mensponsori film, setahu saya filmnya mengandung nilai-nilai Islam. Tapi film ini saya kecewa. Saya tidak menemukan nilai-nilai Keislaman di film itu kecuali sedikit. Yaitu ketika tokoh utama (Bagas) shalat di penjara dan penampilan demo-demo anti korupsi. Selebihnya saya melihat nilai-nilai liberal di sana.

Terutama adegan ‘pacaran bebas’ remaja: berulang-ulang gandengan tangan, ke berbagai tempat berduaan dan berpeluk-pelukan antara Ricky dan Laras yang belum berstatus suami istri.

Yang lebih gawat lagi adalah adegan perkuliahan yang diantarkan oleh sang pengacara hebat, Krisna Dorojatun. Di situ diceritakan bagaimana kejamnya Sultan Turki, Abdul Hamid II dari Turki terhadap rakyat Armenia. Entah apa yang ada dalam benak Hanung dengan adegan itu. Dugaan kuat sayaHanung mengambil rujukan sejarah tentang Sultan Abdul Hamid II ini dari para sejarawan Barat (orientalis).

Para orientalis memang begitu benci terhadap Sultan, karena Sultan dianggap yang menghalang-halangi terbentuknya Negara Yahudi Israel. Diceritakan dalam sejarah, bagaimana Sultan menolak tawaran hadiah yang besar dari tokoh Yahudi, Hertzl agar ia membolehkan kaum Yahudi membentuk negara Israel di Palestina (baca lebih lanjut buku Memoar Sultan Abdul Hamid II, Benteng Terakhir Daulah Utsmaniyah, Pustaka Al Kautsar)

Entah Mahaka Pictures atau awak Republika yang mengurus film ini tahu atau tidak tentang sejarah Sultan Abdul Hamid ini. Yang jelas Republika Online sendiri pernah menulis tentang kehebatan Sultan Abdul Hamid. (lebih lajut baca artikel di bawah yang pernah dimuat ROL, empat tahun lalu: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/07/14/124626-sultan-abdul-hamid-ii-sang-pembela-sejati-palestina).

Kenapa para sejarawan Barat –dan beberapa sejarawan di sini yang kebarat-baratan- membunuh karakter Sultan Abdul Hamid II? Tidak lain, karena mereka ingin memuliakan Kemal Attaturk. Seperti diketahui Attaturk lah yang menggulingkan Sultan dan sekaligus mengubah Turki menjadi negara sekuler. Dan peristiwa Armenia dalam sejarah adalah ‘hal biasa’. Karena waktu itu Armenia memberontak terhadap pemerintahan Turki Utsmani.

Walhasil, menilai film itu, menurut saya biasa saja. Cuma kelebihannya film 2014 adalah film politik yang jarang dibuat oleh sutradara Indonesia. Tapi membandingkan film 2014 dengan film-film politik atau film intelijen Barat, masih jauh panggang dari api. Dan saya tidak tahu kenapa Hanung sering membuat film yang ‘menohok’ Islam. Wallahu alimun hakim.

Penulis: *Nuim

Berikut kami kutipkan artikel di ROL yang berjudul: “Sultan Abdul Hamid II Sang Pembela Sejati Palestina”

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Sejak zaman Kesultanan Turki Utsmani, bangsa Israel sudah berusaha tinggal di tanah Palestina. Kaum zionis itu menggunakan segala macam cara, intrik, maupun kekuatan uang dan politiknya untuk merebut tanah Palestina.

Di masa Sultan Abdul Hamid II, niat jahat kaum Yahudi itu begitu terasa. Kala itu, Palestina masih menjadi wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagaimana dikisahkan dalam buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II karya Muhammad Harb, berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding Kesultanan Turki Utsmani, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II, untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab Sultan dengan ucapan ”Pemerintan Utsmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, Bapak Yahudi Dunia sekaligus penggagas berdirinya Negara Yahudi, pada 1896 memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu dijawab sultan, ”Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang penguasa kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Hertzl adalah: uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling; Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Namun, kesemuanya ditolak Sultan. Sultan tetap teguh dengan pendiriannya untuk melindungi tanah Palestina dari kaum Yahudi. Bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, ”Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.”

Sultan juga mengatakan, ”Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan gerakan Zionismenya melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.

”Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya.(sharia) DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment