Janissaries; pasukan elit Ottoman paling ditakuti di Eropa


Selama kekuasaan Orhan, korps prajurit elit direkrut untuk mengabdi langsung kepada Sultan Ottoman. Pasukan ini dikenal sebagai janissaries, dari kata Turki yeniceri,  yang berarti ‘pasukan baru’.

Pada masa Sultan Bayezid, Korps janissaries berjumlah ribuan orang. Karena berasal dari beragam etnis, tetapi disatukan dalam korps yang setia pada negara Ottoman, mereka berfungsi menyatukan berbagai budaya dan latar belakang yang hidup di bawah kedaulatan Ottoman. Orang Yunani, Serbia, Albania, Bulgaria, dan yang lainnya terlibat dalam salah satu institusi paling prestisius di kekaisaran Ottoman. Hal ini jarang terjadi pada Byzantium Yunani dan Katolik Latin.[1]

Salah satu jasa penting yang berkait erat dengan kehidupan Sultan Orhan adalah pembentukan tentara Islam serta kepeduliannya untuk membentuk satu model khusus dalam kemiliteran. Dia membagi tentara ke dalam unit/satuan, dimana setiap unit terdiri dari 10 orang, atau 100 orang , atau 1000 orang. Dia mengkhususkan seperlima dari rampasan perang untuk biaya militer. Dia menjadikan tentara itu memiliki tugas yang kontinyu, padahal sebelumnya tentara hanya berkumpul pada saat ada panggilan untuk perang saja. Dia mendirikan markas khusus untuk pelatihan tentara-tentara itu.

Selain itu dia juga menambahkan tentara tambahan yang kemudian disebut sebagai Al-inkisyariyah (Janissaries), yang terdiri dari kalangan kaum muslimin yang baru masuk Islam, dimana jumlah mereka semakin besar setelah wilayah kekuasaan Utsmani meluas. Mereka pun –dengan izin Allah- berhasil mencapai kemenangan gemilang terhadap musuh-musuhnya dari kalangan non-muslim dalam banyak medan perang. Di tambah lagi, semakin banyak penduduk negeri-negeri yang baru ditaklukkan itu masuk Islam, sehingga semakin besar saja jumlah kekuatan yang bergabung dalam laskar mujahidin, dalam rangka menyebarkan agama Allah. Setelah mereka memeluk Islam dan mendapat pendidikan Islam yang cukup baik dari sisi akidah dan cara berperang, maka mereka pun terjun di markas-markas tentara yang beragam. Para ulama dan fuqaha; telah menanamkan semangat jihad  ke dalam hati-hati kaum muslimin dan dengan gencar menanamkan kecintaan kepada agama mereka, penanaman rasa rindu pada pertolongan Allah, serta kerinduan untuk mencapai syahid di jalan Allah. Semboyan mereka adalah “Berperang atau syahid!”[2]

Kisah terkenal mengenai kehebatan pasukan ini adalah ketika Byzantine kalah total saat Constantinopel ditaklukan oleh Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Al-Fatih, beliau anak dari Sultan Murad II. Saat itu Janissaries adalah pasukan yang berperan penting dalam pertempuran tersebut.

Yang menarik, pada zaman Sultan Mahmud, Pasukan Janissaries termasuk yang ikut bertempur melawan Dracula si Penyula dari Wallachia dekat Transevalnia yang haus darah. Dracula (Vlad Teppes) sempat dikalahkan adiknya sendiri yaitu Radu yang saat itu menjadi pemimpin Janissaries untuk menaklukan Dracula. (Dracula artinya anak Dracul atau anak naga karena bapaknya adalah Vlad Dracul yang menjadi anggota Ordo Naga).

Janissaries sendiri dibagi manjadi dua kesatuan, yaitu: infantri dan kavaleri.

Jannisarry Heavy Infantry,merupakan pasukan infantry bentukan pertama yang membawa nama harum pasukan turki ke berbagai belahan eropa dan asia, pasukan ini menggunakan baju zirah dan rantai besi, tidak membawa tameng dan bersenjatakan haldberd (semacam tombak panjang yang memiliki mata kapak). pasukan ini sangat ganas dan nyaris tak terkalahkan dalam setiap pertempuran.
Jannisarry Musketter (Kaveleri).Setelah sukses menguasai sebagian besar eropa, maka kekaisaran ottoman mulai membentuk satuan pasukan penembak khusus yang dicomot dari pasukan infantry janissary terdahulu, dan diberikan senapan teknologi terbaik di jamannya yaitu “musketter” yang lebih baik dari hand gun biasa.
Selain Janissaries, Turki Utsmaniyah juga masih mempunyai kesatuan elite lainnya, yaitu: Tentara Ghulam, Cavalary Sipahi, dan tentunya pasukan Onta.

Selama beberapa abad Janissaries bertahan sebagai pasukan elit pengawal Sultan. Karena statusnya itu Janissaries, baik secara jumlah dan status berkembang semakin besar. Sekitar abad 19 Janissaries dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826 karena terjadinya insiden Auspicious, dimana laskar Janissaries mencoba melakukan kudeta terhadap kekaisaran Turki Ottoman.

[1] Firas Alkhateeb, Sejarah Islam yang Hilang; Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim pada Masa Lalu, terj. Mursyid Wijanarko, Penerbit Bentang, Yogyakarta, hal. 219

[2] Ali Muhammad Ash-Shallabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, hal. 48 DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment