Ahok adalah manusia nomor satu di Indonesia yang tidak bisa disentuh oleh hukum


Oleh: Agus Yuliawan
Aktivis Gerakan Ekonomi Masyarakat Peduli Tanah Air (Gempita)

KISAH cerita rakyat di Minangkabau Sumatera Barat akan selalu dikenang turun temurun, ketika tentara kerajaan Majapahit yang menduduki Minangkabau bertarung dengan tentara Minang. Dengan jumlah tentara Majapahit yang besar sangat sulit tentunya bagi tentara Minang untuk mengalahkan tentara Majapahit.

Daripada kedua belah pihak berdarah – darah dalam peperangan, tentara Minang akhirnya menawarkan berunding dengan tentara Majapahit, bagaimana dalam peperangan tersebut diganti dengan adu binatang. Siapa yang menang maka berhak menguasai tanah Minang.

Dalam adu binatang tersebut, tentara Majapahit memilih binatang Banteng besar yang kuat. Sementara tentara Minang, hanya memilih anak kerbau yang menyusui induknya yang kepalanya dikasih sebuah pisau. Saat di arena aduan, tentara Majapahit tidak menyangka jika tentara Minang hanya memilih anak kerbau kecil saja.

Menurut mereka pasti menang, karena bantengnya sangat besar dan kuat. Tapi kenyataannya dalam aduan sebaliknya, banteng yang kuat tersebut tak bisa berbuat apa-apa karena yang dilihatnya adalah seekor anak kerbau kecil yang besarnya tidak sepadan sehingga sangat sulit untuk menanduknya.

Sementara kerbau kecil yang kepalanya dibalut dengan pisau terus menusuk ke selangka banteng yang dikiranya adalah air susu sebagai makanannya. Tusukan – tusukan tersebut tanpa disadari menusuk perut banteng yang akhirya berdarah, sehingga membuat banteng keluar arena dan lama – lama banteng tersebut mati. Dengan kekalahan banteng inilah, akhirnya tentara Majapahit harus angkat kaki dari tanah Minang. Sementara tentara Minang tak perlu banyak berperang dalam mengusir tentara Majapahit.

Cerita rakyat ini–hingga sekarang terus dikenang dan memiliki makna yang luar biasa, dimana sesuatu yang besar seperti banteng yang kuat belum tentu terus menang. Kekuasaan yang besar dan angkuh belum tentu itu bisa berkuasa terus menerus. Seekor anak kerbau yang kecil saja teryata mampu membunuh seekor banteng yang kuat. Justru sangat berbahaya sekali anak kerbau tersebut.

Cerita rakyat Minang itu juga bisa dianalogikan dengan batu krikil lebih berbahaya daripada batu besar. Kepleset batu krikil saja yang sangat kecil bisa berdampak langsung jatuh. Bahkan hanya sebuah batu krikil yang kecil sudah banyak orang gagar otak karena kepleset dan jatuh kebentur kepalanya dengan benda keras.

Mungkinkah nasib Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok akhirnya kepleset dan terbentur sebuah batu krikil di pulau Seribu kala salah menafsirkan Al Quran Surat Al – Maidah ayat 51. Dimana jutaan umat Islam menuntut penegak hukum untuk memproses Ahok karena melakukan penistaan agama Islam.

Saktikah Ahok?

Ahok adalah manusia nomor satu di Indonesia yang tidak bisa disentuh oleh hukum. Dia ibarat malaiikat yang tidak bisa disalahkan. Anehnya meski dia sering plin plan dan gonta ganti partai (Golkar, Gerindra) tetap saja ada partai yang mempercayainya.

Keampuhan Ahok kebal terhadap hukum cukup diakui, bayangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan institusi negara yang selama ini sebagai pedoman bagi penyidik negara dalam memperkarakan hukum bagi berbagai kasus pelanggaran penyelengaraan kekuasaan bisa dikalahkan dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Bahkan Jaksa, Polisi, KPK dan BPK diminta untuk menghentikan kasus Sumber Waras tersebut, sehingga Ahok bisa lengang kangkung.

Selain Sumber Waras, juga terkait dengan skandal proyek reklamasi yang telah menyeret para pelaku korupsi termasuk pengembang, tetap saja Ahok tidak tersentuh pada hal skandal itu sudah mengarah padanya. Bahkan, Ahok semakin diatas angin ketika Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Bismar Panjaitan memberlakukan kembali ijin reklamasi pulau G yang sebelumnya dicabut ijinnya oleh mantan Menteri Koordinator KemartimanRizal Ramli, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup Sitti Nurbaya Bakar.

Kedigdayaan Ahok semakin menjadi jadi ketika melakukan penggusuran rumah bangunan di Bukit Duri Jakarta Selatan. Atas nama kekebalan hukum yang sangat Superman, Ahok tetap gusur rumah dan bangunan warga tanpa prikemanusiaan. Pada hal proses hukum yang diajukan oleh warga berupa class action dalam peradilan belum selesai sama sekali dan belum menjadi putusan pengadilan. Ahok atas nama penguasa Jakarta tetap saja menggusur dengan arogansinya.

Namun sikap bengis dan arogansinya Ahok akhirnya menuai bencana besar. Kini Ahok tersandung “krikil” di pulau Seribu pada tanggal 29 September 2016 ketika berkunjung dipulau tersebut. Krikil itu bukan batu biasa tapi Al Quran surat Al-Maidah ayat 51.

Ahok melecehkan dan menistakan surat tersebut yang merupakan keyakinan pemeluk agama Islam. Perbuatan Ahok ini secara syah dan meyakinkan telah melanggar KUHP Pasal 165 dan UU No.1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama.

Perbuatan Ahok menjadikan umat Islam Indonesia bergemuruh dan bergetar, berbagai protes dan aksi perlawanan penuh dengan berbagai warna. Polda Metro Jaya yang merupakan kantor Kepolisiaan di DKI setiap hari di datangi oleh masyarakat berbagai komunitas untuk membuat Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) dalam kasus diri penistaan agama pada diri Ahok.

Tekanan tekanan itu semakin lantang dan setiap hari terus disuarakan oleh masyarakat, hal ini yang membuat Ahok nasibnya di ujung tanduk. Bahkan sebuah lembaga survai memberikan release jika pemilihan kepala daerah DKI Jakarta diselenggarakan hari ini secara “head to head” Ahok akan kalah baik melawan Anies Baswedan maupun Agus Harimurti Yudhoyono.

Krikil kecil bernama surat Al Maidah ayat 51 sangat dasyat sekali luar biasa firman Allah tersebut. Memang di hadapan Allah manusia tidak ada apa apanya dan hanya sepongkah debu saja. Jangankan Ahok, Raja Firaun saja yang mengaku Tuhan bisa dilenyapkan, begitu juga raja Abrahah dengan pasukan gajah yang kuat bisa ditumpas habis atas kuasa Allah.

Dengan batu krikil surat Al Maidah ayat 51 ini, sudah saatnya keangkara murkaan di DKI dihentikan. Tak ada manusia kebal dengan hukum, maka sudah saatnya pemerintah memproses Ahok yang jelas telah ada alat bukti hukum yang bisa dijadikan penyidikan. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sudah bisa melakukan diskualifikasi kepada Ahok yang sudah melakukan tindakan SARA dan kriminal.

Jika pemerintah tidak memproses bahkan membiarkan manusia bernama Ahok, sebuah prahara yang sangat besar bagi negeri ini. Dimana masyarakat tidak ada kepercayaan terhadap penyelenggaraan kekuasaan. Sulit untuk membayangkan jika penguasa di negeri ini tetap memelihara manusia bernama Ahok yang terus berbuat diluar nalar yang benar. DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment