24 Etnis Muslim Rohingya Tewas di bunuh Polisi Myanmar
Sedikitnya 24 etnis Rohingya tewas dan dua orang telah ditangkap dalam operasi gabungan yang mematikan di perbatasan Bangladesh.
“Senin 10 Oktober 2016 pagi sekira pukul 06.00. Sepasukan polisi keluar dari tiga truk tiba di Desa Myothugyi, 1,6 kilometer jauhnya dari Kota Maungdaw. Lalu tujuh orang ditembak mati,” kata seorang etnis Rohingya di Maungdaw, U Zaw Oo, seperti dikutip dari New York Times, Selasa (10/10/2016)
Menurut laporan koran Global New Light of Myanmar, penduduk Kampung Myothugyi dan Yathay Taung, dihuni 1.000 penduduk Muslim.
Tekanan terhadap Muslim Rohingya ini dinilai terburuk di sejak sengketa agama di Rakhine tahun 2012.
Rakhine telah mengalami ketegangan antara penduduk beragama Buddha dan mereka yang beragama Islam dari etnik minoritas Rohingya.
Serangan kali ini tercatat yang paling buruk di Negara Bagian Rakhine sejak 2012. Ketika itu 88 orang tewas – 57 di antaranya Muslim dalam kekerasan komunal dan membuat lebih dari 100.000 orang lainnya mengungsi.
Kekerasan terbaru adalah kasus sektarin terburuk yang dihadapi pemerintah yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi sejak menjabat bulan Maret.
Pada bulan September lalu, Aung San Suu Kyi Komisi Penasihat soal Rohingya yang dipimpin mantan Sekjen PBB Kofi Annan. Komisi yang dibentuk bertujuan menemukan solusi atas konflik antara warga Buddha di Myanmar dengan minoritas Muslim Rohingya, meski banyak mendapat protes.
Sebelumnya, pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar yang banyak dipuji sebagai tokoh pro demokrasi itu justru tak membuat perubahan bagi Muslim Rohingya. Ia justru mengharamkan penggunaan kata “Rohingya” untuk semua pejabat dan dan menggantinya dengan “masyarakat penganut Islam di Rakhine.”
Pemerintah Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan Muslim Rohingya kendati telah tinggal beberapa generasi di negara itu. Masyarakat Rohingya dianggap pendatang ilegal dari Bangladesh, sehingga tidak layak dianggap warga negara.
Komisi Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra’ad Al Hussein pernah mengatakan masyarakat Rohingya didiskriminasi, tidak bisa mendapat pekerjaan dan butuh dokumen khusus untuk berobat ke rumah sakit, mengakibatkan meningkatnya kematian bayi akibat ibunya terlambat ditangani.
Menurut Zeid, Rohingya telah lama jadi sasaran kekerasan dan menjadi korban kejahatan terhadap kemanusiaan yang serius dan sistematis.
Diperkirakan masih ada sekitar 120 ribu Muslim Rohingya tinggal di kamp pengungsi sejak konflik di Rakhine pecah antara warga Buddha dan Muslim pada 2012. Sementara itu ribuan warga Rohingya lain kabur dari kemiskinan dan hukuman dan ditolak berbagai negara.
Human Rights Watch menyatakan keprihatinannya bahwa serangan terhadap pos polisi hanya akan akan menciptakan kekacauan baru di Myanmar barat.
“Tentara dan polisi harus memastikan disiplin pasukan penuh dalam operasinya, karena ada banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi oleh satuan polisi terhadap penduduk Rohingya,” kata David S. Mathieson, seorang peneliti senior untuk Human Rights Watch di Myanmar, sebelumnya dikenal sebagai Birma.*
0 komentar:
Post a Comment